Liputan6.com, Jakarta - Sebagai ibu kota negara, DKI Jakarta merupakan salah satu kota yang menjadi tujuan para pekerja dari berbagai daerah di Indonesia. Akibatnya, Jakarta dinobatkan sebagai kota termacet di dunia versi Castrol Magnatec, dengan angka stop-start sekitar 33.240 per tahun.
Survei tersebut menggunakan metode seberapa banyak para pengguna kendaraan bermotor menginjak rem dan gasnya. Sementara itu, Surabaya menjadi kota termacet keempat di dunia dengan angka indeks 29.880.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia (KADIN) wilayah DKI Jakarta, Sarman Simanjorang mengaku apa yang terjadi tersebut bakal mempengaruhi daya tarik Jakarta untuk berinvestasi.
"Terus terang saja, masalah kemacetan ibu kota ini mengganggu calon investor yang akan masuk artinya produktivitas Jakarta akan berkurang," kata Sarman saat berbincang dengan Liputan6.com, Sabtu (7/2/2015).
Tidak hanya itu, Sarman juga menyindir pemerintah terkait tidak adanya kejelasan mengenai fokus industri di Jakarta, sehingga mengakibatkan semua menjadi tumpah ruah di Jakarta.
"Jakarta ini mau dijadikan kota apa, industri, jasa atau apa, ini harus ada biar lebih tertata," tegas dia.
Tak hanya sekedar mengomentari, Sarman juga memberikan solusi apa saja yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengurangi kemacetan, terutama untuk Pemerintah Kota DKI Jakarta.
Menurutnya, dengan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang dialokasikan ke DKI Jakarta, dinilai sangat mampu untuk membangun beberapa infrastruktur pendukung demi mengurangi kemacetan.
"Sekarang sudah dibangun jalan layang non tol itu, itu saya kira bisa untuk lebih diperbanyak," tutur Sarman.
Selain itu, Dinas Perhubungan DKI Jakarta harus lebih tegas dalam menertibkan angkutan umum yang sering dikeluhkan sebagai biang kemacetan mengingat berhenti di sembarang tempat. (Yas/Ndw)