Liputan6.com, Jakarta - Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57 Tahun 2014 tentang larangan bongkar muat hasil perikanan di tengah laut (transhipment) dinilai merugikan nelayan lokal.
Pengamat Kelautan Rokhmin Dahuri mengatakan, seharusnya pelarangan ini hanya dikenakan bagi nelayan asing yang membawa hasil tangkapan ikannya ke luar negeri.
"Kalau transhipment itu yang dilarang harusnya kalau dibawa ke luar, bukan yang ikannya untuk di dalam negeri," ujarnya di Jakarta, seperti ditulis Selasa (17/2/2015).
Menurut dia, nelayan lokal yang menggunakan metode transhipment ini bertujuan untuk agar mampu menekan biaya bahan bakar kapal.
"Kalau punya kapal pengumpul kan dari pada dia bolak balik. Ini juga kan sebagai respon dari harga BBM yang mahal. Kalau seperti sekarang ini kan seperti karena mencari tikus, tetapi yang dibakar lumbung padinya," kata dia.
Untuk memerangi ilegal fishing ini, lanjut Rokhmin, Kementerian Kelautan dan Perikanan harusnya bisa lebih sabar dan penuh pertimbangan. Bukan hanya mengeluarkan larangan tanpa adanya kajian terhadap nelayan lokal.
"Nelayan (asing) yang datang kesini karena ingin makmur, itu perlu kesabaran. Harusnya juga secara gradual nelayan kita dikurangi, dialihkan ke industri pengolahan dan industri perkapalan," tandas dia. (Dny/Nrm)
Larangan Transhipment Diminta Hanya Berlaku untuk Kapal Asing
Seharusnya pelarangan ini hanya dikenakan bagi nelayan asing yang membawa hasil tangkapan ikannya ke luar negeri.
Advertisement