Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi segera mengeluarkan petunjuk teknis (juknis) mengenai larangan rapat di hotel bagi pegawai negeri sipil (PNS). Menurutnya, juknis tersebut akan mengatur perihal yang boleh dan tidak boleh mengenai rapat di luar kantor.
"Saya sudah diperintahkan Pak Presiden untuk membuat petunjuk teknis pelaksanaannya karena selama ini aturannya masih bersifat kohesif. Kami akan sampaikan petunjuk pelaksana teknisnya," kata Yuddy dalam Musyawarah Nasional (Munas) XVI Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) 2015 di Jakarta, Selasa (17/2/2015).
Yuddy mengatakan, juknis akan mengatur sejauh mana larangannya dan mana yang boleh serta tidak boleh dilakukan ASN.
"Kiami sedang rumuskan, misalnya penjelasan konsinyering, definisi rapat, yang ditoleransi untuk melakukan kegiatan di luar kantor, anggaran, dan jumlahnya," kata Yuddy.
Baca Juga
Yuddy menekankan, adanya aturan pembatasan rapat di luar kantor bagi PNS karena masih maraknya penyalahgunaan anggaran negara.
Advertisement
Berdasarkan catatan BPKP, lanjut Yuddy, telah terjadi penyalahgunaan anggaran mencapai 30 persen. Total pemborosan dari rapat di hotel-hotel tersebut mencapai hingga Rp 5,122 triliun.
Yuddy mengatakan, setelah dua bulan sejak terbitnya Surat Edaran Menteri mengenai larangan rapat di hotel, ada sejumlah peningkatan dalam efisiensi anggaran. Diantaranya 61 Kementerian/Lembaga bisa menghemat sekitar Rp 4,2 triliun, 8 Pemerintah Provinsi sekitar Rp 471 miliar, 61 Pemerintah Kabupaten sekitar Rp 290 miliar dan 14 Pemerintah Kota sekitar Rp 91 miliar. Â
Yuddy mengatakan, dalam konteks revolusi mental, Presiden RI menginginkan terjadi perubahan cara berpikir, bertindak dan berperilaku para aparatur sipil negara. Menurutnya, Presiden menginginkan di akhir era periode pertama Kabinet Kerja, Indonesia bisa menjadi negara dengan tata kelola pemerintahan berkelas dunia.
"Kita tidak mungkin berkelas dunia jika kerja birokrasi kita lambat, mempersulit pelaku ekonomi, tembang pilih, dan tidak transparan. Harus ada perubahan pola pikir dari birokrasi yang selama ini priyayi menjadi birokrat-birokrat yang memberikan pelayanan dan responsif terhadap masyarakat," kata Yuddy.
Sementara itu, menanggapi penjelasan Menteri Yuddy, sejumlah pemilik perhotelan menyatakan setuju terkait petunjuk tenis pembatasan rapat di hotel.
>> Klik Selanjutnya...
Selanjutnya
Salah satu perwakilan PHRI, Hariyadi Sukamdi meminta agar Menteri PANRB segera menerbitkan petunjuk teknisnya. Menurutnya, juknis tersebut bisa menjadi acuan bagi pengusaha perhotelan.
Sementara itu, Ketua Umum PHRI, Wiryanti Sukamdani meminta agar ada nota kesepahaman atau MoU antara pemerintah dengan pengusaha perhotelan. Hal tersebut terkait adanya dugaan mark up yang dilakukan pihak hotel untuk membantu ASN melakukan penyalahgunaan anggaran negara.
"Jika anggapan pemerintah terkait larangan rapat di hotel karena adanya mark up, maka kami ingin melakukan MoU. Kami ingin agar pihak-pihak yang melakukan itu segera ditindak dan kami mendukung itu," kata Yuddy.
Menanggapi keluhan para pengusaha hotel, Menteri Yuddy mengatakan jika setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tidak sepenuhnya akan disetujui masyarakat. Namun, menurutnya, kebijakan itu akan terlihat dalam jangka panjang.
"Setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tentu tidak sepenuhnya akan didukung. Kami juga tidak ingin bekerja untuk mencari keuntungan atau merugikan masyarakat, tetapi kami ingin memberikan yang terbaik bagi masyarakat Indonesia," kata Yuddy. (Ndw)
Advertisement