Liputan6.com, Jayapura - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua membutuhkan dana US$ 1 miliar atau setara Rp 12,8 triliun dalam pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral di Papua. Smelter yang dibangun di daerah Poumako Industrial Park di Timika itu mulai beroperasi pada 2019
Ketua Pembangunan Smelter Papua, Bangun Manurung mengatakan, smelter akan dibangun dari lokasi pelabuhan Timika yang jaraknya 3 kilometer dan akan dibangun di atas lahan 650 hektare (ha).
"Dana Rp 12 triliun itu baru pabrik pengolahannya saja, belum infrastruktur penunjang lainnya. Estimasi pembangunan pabrik direncanakan empat tahun ke depan, mulai tahun ini akan dilakukan pembangunannya," kata Gubernur Papua, Lukas Enembe, Rabu (18/2/2015)
Lukas menegaskan dalam proyek pembangunan smelter ini, Pemprov Papua tidak melibatkan PT Freeport Indonesia karena smelter tersebut akan dibangun oleh investor China.
Namun, lanjut dia, perusahaan tambang emas terbesar di dunia itu harus terlebih dahulu menandatangani kesepakatan untuk bersedia mensuplai hasil tambangnya untuk diolah di smelter yang akan dibangun nanti.
"Freeport harus tandatangani MoU dulu, jika Smelter sudah dibangun, maka hasilnya tambangnya akan disuplai kesana. Penandatanganan kesepakatan itu, akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Semoga di bulan Mei mendatang, MoU bisa ditandatangani kedua belah pihak, lalu pembangunan smelter bisa langsung dilaksanakan," paparnya.
Desakan Pemprov Papua untuk pembangunan smelter terus dilakukan dan sesuai kesepakatan dengan Menteri ESDM, smelter dapat dibangun di Pelabuhan Pomako Timika, karena lokasinya sudah memiliki rencana tata ruang, Analisis Dampak Lingkungan (Amdal), pabrik pengepakan semen serta mobiliasi yang sangat tinggi. (Katharina Janur/Ndw)