Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah membentuk tim untuk mengkaji rencana penggabungan bank-bank syariah milik bank BUMN.
Namun nampaknya hal itu tidak langsung didukung oleh para pelaku industri perbankan meskipun Kementerian BUMN dalam hal ini sebagai pemegang saham mayoritas.
Salah satunya PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Manajemen BNI menilai penggabungan bank-bank syariah ini belumlah menjadi satu hal yang sangat penting mengingat masih banyak cara lain untuk memperbesar penetrasi bank syariah di pasar.
Baca Juga
"Kalau untuk menghadapi 2020, saya pikir lebih baik mengarah ke strategi partner dari pada itu, baru setelah itu lakukan IPO," kata Direktur Utama BNI, Gatot M Suwondo di Jakarta, Rabu (18/2/2015).
Advertisement
Strategi partner yang dimaksudkan Gatot adalah dengan menggandeng bank-bank negara lain yang penduduknya mayoritas muslim untuk memasarkan produk-produknya di negara masing-masing.
Saat ini BNI masih menjajaki untuk melakukan kerjasama dengan‎ beberapa negara Timur Tengah salah satunya Uni Emirat Arab untuk mengembangkan lini bisnisnya.
Namun begitu, Gatot memahami apa yang dimaksudkan pemerintah untuk memperkuat perbankan syariah di Indonesia bukan satu hal yang buruk. Hanya saja cara yang ditempuh masih terlalu berisiko untuk saat ini.
"Untuk bank syariah itu semua punya ambisi, ada dua bank syariah yang diharapin besar tapi tidak besar-besar, malah nyungsep, masih ambisi juga dengan cara digabung, oke lah," ujar Gatot.
BNI melihat selama ini yang dimaksudkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tujuan adanya konsolidasi ini adalah melalui mekanisme konsolidasi strategis, bukan hanya konsolidasi institusi. (Yas/Ahm)