Sukses

Australia Ancam Boikot Bali, RI Tak Perlu Balas Dendam

Ancaman boikot pariwisata Bali oleh pemerintah Australia itu buntut dari keputusan hukuman mati bagi terpidana Bali Nine.

Liputan6.com, Jakarta Ancaman boikot pariwisata Bali oleh pemerintah Australia sebagai buntut dari keputusan hukuman mati bagi terpidana Bali Nine mengusik Indonesia. Namun pemerintah Indonesia dipandang tak perlu membalas ancaman tersebut.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo menyebut, rata-rata kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) asal Australia ke Indonesia mencapai 11 persen atau sekira 800 ribu sampai 950 ribu per tahun.

"Saya pernah hidup dan tinggal bersama bangsa Barat, tepatnya di Amerika Serikat. Walau nasionalismenya tinggi, tapi faktor individualnya lebih kuat. Jadi sangat sedikit yang batal (berkunjung) atau ke pariwisata Indonesia," ucap dia kepada Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Jumat (20/2/2015).

Sasmito menyarankan, agar pemerintah Indonesia tidak membalas ancaman tersebut. "Nggak usah dibalas, nanti juga selesai dengan sendirinya. Mereka kan membelanya hanya setengah hati, karena yang dibela pedagang narkoba (dua terpidana mati Bali Nine)," tegasnya.

Indonesia dan Australia selama ini memiliki kerjasama mutualisme di berbagai bidang, seperti pendidikan, perdagangan, pariwisata dan sebagainya.  

Hal ini dibenarkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil. Meski begitu, ancaman boikot dari pemerintah Australia tidak akan mengganggu perekonomian Indonesia.

"Nggak lah. Mereka punya kepentingan kepada kita, turis Australia perlu Bali. Mahasiswa Indonesia pun perlu sekolah ke Australia. Mereka perlu ekspor daging sapi, dan kita perlu impor dagingnya. Jadi sebenarnya nggak ada masalah, tapi namanya pemerintah perlu melindungi warga negaranya," terang dia.

Saat ditanyakan apakah Indonesia harus membalas dendam atas boikot tersebut, Sofyan hanya terkekeh. "Apanya yang perlu dibalas?," imbuhnya. (Fik/Ndw)

Video Terkini