Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sedang mengkaji aturan tentang pesawat cadangan yang siap terbang yang harus disediakan maskapai. Langkah diambil agar para penumpang pesawat tidak perlu menunggu lama jika ada keterlambatan (delay).
Namun sepertinya hal itu tidak akan mudah untuk diterapkan. Pengamat penerbangan, Gerry Soedjatman ‎berpendapat aturan itu akan memberatkan maskapai penerbangan.
Keberatan maskapai ini dilihat dari tingginya biaya perawatan pesawat jika pesawat cadangan tersebut harus tidak boleh dioperasikan dan hanya beroperasi jika ada force major.
"Itu pernah dicoba oleh pemerintah, tapi ada yang nerapin tidak? Kan tidak ada," kata Gerry saat berbincang dengan Liputan6.com, Jumat (20/2/2015).
Apa yang direncanakan Kemenhub tersebut sebenarnya bisa dipertimbangkan oleh para pelaku industri penerbangan, hanya saja ada syaratnya.
Adapun syarat tersebut adalah Kemenhub harus memberikan keleluasaan kepada para maskapai untuk mematok harga sesuai standar internasional dalam hal ini sesuai pasar.
"Misalnya maskapai harus sediakan 1 pesawat cadangan setiap memiliki 10 pesawat,‎ Oke, tapi pemerintah harus lepas tarif batas atas, kalau tidak ya sama saja membunuh maskapai," papar dia.
Dengan dilepaskannya harga sesuai pasar tanpa harus ada pembatasan oleh otoritas, maka akan menjadikan maskapai untuk dapat lebih berkembang dan memiliki kelonggaran dalam menentukan strategi bisnisnya.
Selain itu, dengan adanya aturan tersebut nantinya justri menjadi sebuah aturan yang di industri penerbangan di berbagai negara di dunia, tidak pernah ada.
"Mereka (Kemenhub) sebagai otoritas harus bisa memahami bisnis di bidang ini, merka juga harus melihat perkembangan di dunia seperti apa,"‎ tegas dia.‎ (Yas/Ndw)