Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) akan menghentikan pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di sektor informal seperti Pekerja Rumah Tangga (PRT) dalam dua tahun mendatang.
Kebijakan tersebut dianggap kontroversi. Lantaran, selama ini PRT dianggap sebagai penyelamat ekonomi karena salah satu penyumbang devisa terbesar.
Menanggapi hal tersebut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Widjaja Kamdani menganggap kebijakan tersebut justru untuk melindungi PRT Indonesia di luar negeri.
Advertisement
"Saya pikir lebih ke safety dan protection, mungkin Pak Jokowi lihat treatment PRT yang kurang baik di luar negeri," kata dia, Jakarta, Selasa (24/2/2015).
Dia bilang, dalam hal ini mendukung pemerintah untuk memberikan sebuah pelatihan bagi para TKI. Pelatihan itu untuk mendapatkan tenaga kerja yang lebih kompeten.
"Kami mendukung ke pelatihan-pelatihan supaya PRT lebih siap," papar Shinta.
Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Nusron Wahid menuturkan pemerintah akan mengirimkan TKI terlatih sebagai pengganti penyetopan PRT ke luar negeri yang mulai diberlakukan 2017.
"Jadi ruang warga negara Indonesia untuk bekerja di luar negeri masih terbuka, tapi bukan PRT lagi melainkan untuk pekerja house keeper di hotel, pramusaji di restoran atau toko dan menjadi pelayan orang tua yang sakit," ujar Nusron.
Dia juga menegaskan tak ada kerugian atau kehilangan devisa akibat penghentikan pengiriman PRT. Dia menuturkan tren pengiriman sektor informal telah turun sejak pemberlakuan moratorium.
"Setelah moratorium jumlahnya turun 100 ribu orang setiap tahun tapi tren remitansi naik terus. Jadi tidak ada potensi kehilangan devisa," kata Nusron. (Amd/Ahm)