Liputan6.com, Jakarta - Hubungan Indonesia dan Australia saat ini tengah memanas terkait rencana eksekusi mati dua warga Australia dalam kasus Bali Nine. Pemerintah Australia terus melakukan lobi-lobi politik ke Presiden RI Joko Widodo agar membatalkan eksekas terhadap dua warga negaranya itu.
Bahkan, Perdana Menteri Australia, Tonny Abot mengungkit-ungkit bantuan yang diberikan Australia dalam musibah Tsunami di Aceh beberapa tahun lalu. Tidak hanya itu, rencana pemboikotan kunjungan warga Australia ke Indonesia‎ juga diwacanakan pemerintah Australia juka eksekusi mati dua warganya tetap akan dilakukan.
Melihat apa yang terjadi saat ini, I‎nstitute for Development of Economic Finance (INDEF) menilai apa yang diutarakan Australia tersebut hanya gertakan. Hal itu dikarenakan pentingnya peran Indonesia bagi Australia, terutama dalam hal pedagangan dan investasi.
‎"Saya yakin Australia tidak akan serius untuk betul-betul akan memboikot Indonesia, karena Australia investasi di Indonesia itu cukup besar," kata Direktur INDEF, Enny Sri Hartati‎ di Jakarta, Selasa (23/2/2015).
Begitu juga dengan Indonesia, saat ini Australia menjadi salah satu negara penyumbang impor daging sapi terbesar mengingat pasokan daging dalam negeri hingga saat ini masih belum mencukupi.
Selain dalam hal investasi, dijelaskan Enny, posisi geografis Indonesia juga menjadi kunci sebagai pintu keluar Australia. Baik dalam hal perjalanan wisatawan hingga ke jalur perdagangan.
"Kalau mereka memutuskan hubungan bilateral, mereka mau lewat mana coba?," kata dia.
Untuk itu, Enny mengimbau pemerintah untuk lebih menegakkan aturan di dalam negeri tanpa harus khawatir ancaman-ancaman yang timbul di dunia Internasional. Justru dengan ketegasan Indonesia seperti itulah di dunia internasional akan meningkatkan martabat rakyat Indonesia. (Yas/Ndw)
Hanya Gertak Sambal, RI Harus Abaikan Ancaman Australia
Hubungan Indonesia dan Australia saat ini tengah memanas terkait rencana eksekusi mati dua warga Australia dalam kasus Bali Nine.
Advertisement