Liputan6.com, Jakarta - Dengan basis penduduk sekira 250 juta jiwa, pasar Indonesia sangat menggiurkan bagi produsen barang-barang palsu asal China dan Thailand. ‎Produk abal-abal dari mulai VCD/DVD bajakan sampai barang kulit menyusup masuk ke negara ini melalui pelabuhan tikus di Timur Indonesia.
Demikian disampaikan Direktur Penyidikan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, Tosin Junansyah usai Konferensi Pers Hasil Studi Dampak Pemalsuan Terhadap Perekonomian Indonesia di Jakarta, Rabu (25/2/2015).
"Kita cenderung jadi pasar ya ketimbang produsen barang palsu, karena penduduk kita sangat banyak dan menjanjikan sekali," ujar Tosin.
Advertisement
Indonesia, sambung dia, menjadi tujuan peredaran produk palsu buatan China dan Thailand. Tosin menjelaskan, industri rumahan atau pabrikan besar di Negeri Tirai Bambu ini sanggup memproduksi segala macam rupa barang asli tapi palsu (aspal).
"China bisa bikin apa saja, lalu produk palsu mereka masuk dari wilayah Irian Jaya, Maluku, atau Timur Indonesia lewat pelabuhan kecil. Bea Cukai pun nggak bisa ngontrol akhirnya barang palsu itu masuk ke pasar Indonesia," papar Tosin.
Sebagai contoh, dia bilang, barang tiruan yang menyerupai asli bahkan lebih bagus kemasannya dan diproduksi di China adalah obat-obatan. Produk obat-obatan mereka, diakui Tosin lebih baik dibanding produksi obat di Indonesia.
Negara lain yang menjadikan Indonesia sasaran empuk produk palsu adalah Thailand. Menurut Tosin, produsen di Negeri Gajah Putih ini menyelundupkan genset tanpa merek, lalu setelah sampai di pelabuhan ditempel merek Honda yang sudah dikenal masyarakat Indonesia.
"Jadi dulu itu sejarahnya perusahaan Jepang membangun pabrik dan memproduksi genset guna memenuhi masyarakat di Thailand, tapi karena kelebihan produksi, akhirnya dipasarkan keluar negara termasuk Indonesia tanpa izin principal. Akhirnya genset diselundupkan dengan merek kosong, lalu setelah itu ditempelkan merek principalnya. Principal sendiri yang mengadu," ungkap Tosin.
Ia mengatakan, pihaknya berharap ada peran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk menahan barang-barang yang diduga palsu. Jangan sampai kebobolan. "Harusnya dijegal dulu sebelum masuk‎. Karena kalau sudah masuk kita sulit melacaknya," pungkas Tosin.(Fik/Ahm)