Liputan6.com, Jakarta - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan seluruh isi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) dinilai akan memberikan pengaruh terhadap sektor usaha.
Pasalnya, dampak dari keputusan tersebut, pihak swasta tidak boleh mengelola SDA secara sepihak sehingga segala kontrak kerja yang berkaitan dengan SDA maupun bentuk kerja sama pemerintah-swasta (KPS) akan berlangsung tanpa payung hukum.
Namun, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuldjono mengaku pihaknya mendukung pembatalan UU ini.
"Pencabutan hukum ini bertujuan air dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat banyak bukan dikomersialisasi. Kami dukung banget pencabutan itu," ujarnya di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta, Kamis (26/2/2015).
Menurut dia, negara memang sudah seharusnya hadir dalam ketersediaan air bersih bagi warganya. Ia juga
menyayangkan para perusahaan air khususnya air minum yang menjadikan izin kelola SDA dari pemerintah sebagai kekuasaan dalam mengekspoitasi SDA yang ada.
"Surat izin itu adalah pendalian yang diberikan negara untuk mengelola
air bukan jadi alat kekuasaan," lanjutnya.
Basuki juga menyatakan bahwa pihaknya akan segera menyusun peraturan pemerintah untuk mengakomodasi sektor usaha yang terkena dampak dari pembatalan UU ini. Kementerian PUPR mencatat setidaknya ada 62 kontrak swasta terkait pengelolaan SDA yang beroperasi saat ini.
"Maret direncanakan akan rampung RPP (Rencana Peraturan Pemerintah), lalu awal April akan rampung," katanya.
Dengan dibatalkan UU ini, otomatis MK menghidupkan kembali UU Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan untuk mencegah kekosongan hukum hingga adanya pembentukkan undang-undang baru. (Dny/Nrm)
Menteri PUPT Senang UU Sumber Daya Air Dibatalkan
Dmpak dari keputusan tersebut, pihak swasta tidak boleh mengelola SDA secara sepihak sehingga segala kontrak kerja.
Advertisement