Liputan6.com, Jakarta - Keputusan PT Pertamina (Persero) menaikkan harga elpiji 12 Kilo gram (Kg) dinilai wajar. Lantaran bahan bakar tersebut bukan barang bersubsidi.
Pengamat energi Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara mengatakan, Pertamina telah mengambil keputusan sesuai dengan aturan. Penentuan harga elpiji non subsidi menjadi kewenangan perusahaan.
"Saya kira menurut aturan yang ada. Untuk elpiji 12 Kg itu bukan barang subsidi," kata Marwan, di gedung DPR, Jakarta, Rabu (4/3/2015).
Advertisement
Menurut Marwan, jika harga elpiji 12 Kg tidak disesuaikan dengan kenaikan harga bahan bakunya, Pertamina akan mengalami kerugian. Hal tersebut justru melanggar peraturan.
"Kalau seandainya itu bisnis rugi, mereka langgar Undang-Undang kalau dibiarkan rugi, Pertamina bermasalah," tutur Marwan.
Marwan mengungkapkan, pemerintah tidak bisa menyalahkan Pertamina yang mengambil keputusan kenaikan harga. Karena itu, Pertamina tidak boleh mengalami kerugian atas binisnya.
"Memang sesuatu ini harus ada sikap ksatria pemerintah jangan pencitraan. Sampai Menko dan Presiden protes kenaikan. Penjualan elpiji 12 kg tidak boleh rugi," pungkasnya.
PT Pertamina (Persero) memutuskan untuk menaikkan harga elpiji non subsidi atau elpiji 12 kilogram (kg) menjadi Rp 134 ribu per tabung dari sebelumnya Rp 129 ribu per tabung. Kenaikan tersebut mulai berlaku di awal Maret 2015.
Direktur Pemasaran PT Pertamina (Persero), Ahmad Bambang menjelaskan, Pertamina memutuskan untuk menaikkan harga dasar elpiji 12 kg karena mengikuti kenaikan harga bahan baku elpiji yang mengacu pada Contract Price (CP) Aramco.
"Karena harga gas sesuai CP Aramco yang terus naik maka elpiji juga ikut naik," ungkap Bambang.
Bambang menjelaskan, skema perubahan harga gas elpiji non subdidi saat ini memang cukup dinamis karena mengikuti pola penetapan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi.
Jika BBM non subsidi mengikuti patokan harga di indeks minyak di Singapura atau Mean of Platts Singapore (MOPS), sedangkan untuk gas elpiji mengikuti CP Aramco. (Pew/Ahm)