Liputan6.com, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menolak rencana pemerintah terkait pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) jalan tol sebesar 10 persen yang akan dibebankan kepada konsumen.
Anggota Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi menuturkan, pemerintah kian rakus membebani masyarakat dengan pajak di berbagai sektor demi menggenjot pendapatan di sektor pajak sebesar Rp 1.300 triliun.
Baca Juga
Salah satunya penerapan PPN jalan tol sekitar 10 persen yang akan dibebankan ke konsumen. Menurut Tulus, ada sejumlah faktor yang membuat kebijakan itu harus dibatalkan.
Advertisement
Pertama, pelayanan jalan tol masih buruk. Operator jalan tol belum mampu memenuhi standar pelayanan. Bahkan kecepatan rata-rata di jalan tol makin menurun, dan antrean jalan tol makin mengular.
"Jalan tol juga banyak berlubang di sana-sini. Seperti ini kok mau dikenakan PPN," kata Tulus, seperti dikutip dari keterangan yang diterbitkan, Rabu (4/3/2015).
Kedua, PPN atas jalan tol akan berdampak terhadap biaya logistik. PPN jalan tol justru kontraproduktif terhadap kebijakan pemerintah yang ingin mengurangi biaya logistik. "Akhirnya akan berdampak pada konsumen akhir dengan kenaikan harga kebutuhan pokok," ujar Tulus.
Ketiga, pengenaan PPN atas jalan tol merupakan kenaikan tarif tol terselubung bahkan akan mengakibatkan kenaikan berlipat. Lantaran tarif tol setiap tahun ada kenaikan tarif di ruas tertentu.
"Jika sudah naik tarif tetapi masih dikenakan PPN maka akan terjadi double kenaikan. Ini melanggar Undang-undang tentang jalan dan PP tentang jalan tol," tutur Tulus.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro menegaskan tetap akan memberlakukan PPN jalan tol 10 persen meski diprotes sejumlah pihak. Pasalnya dia menilai, ‎selain jalan tol sebagai subjek PPN, pengguna jalan tol merupakan kalangan mampu mengingat adalah pemilik kendaraan roda empat atau mobil.
Ia menuturkan, PPN 10 persen dari tarif tol saat ini masih terbilang kecil, sehingga dampaknya tidak akan terlalu besar bagi kenaikan harga barang atau logistik.
"Yang lewat jalan tol tidak mungkin tidak punya rumah? Tidak mungkin tidak punya mobil? Masa jalan kaki di tol. Kalau punya mobil berarti punya uang. Jika tarifnya Rp 5.000, kan cuma tambah PPN Rp 500, apa sih bedanya," tegas dia. (Fik/Ahm)