Liputan6.com, Jakarta - Peta atau rencana kebijakan energi, khususnya minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia selama ini dinilai masih buram. Sumber daya alam ini habis-habisan dieksploitasi sebagai barang dagangan semata tanpa ada kebijakan jelas pemerintah untuk mengelola migas Indonesia ke depan.
Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio menegaskan, pemerintah tidak mempunyai rencana kebijakan secara jelas dan konkret soal energi, termasuk pembangunan infrastruktur migas dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Dari data Agus, kebutuhan minyak mentah di Indonesia mencapai 1,5 juta-1,6 juta barel per hari. Namun kenyataannya hanya sanggup merealisasikan produksi 800 ribu barel per hari.
Belum lagi kebutuhan gas yang kian meningkat seiring pertumbuhan ekonomi Indonesia setiap tahun. Lanjutnya, penurunan harga minyak dan gas hanya bersifat sementara.
"Migas jangan cuma jadi barang dagangan, operator harus melakukan sesuatu. Jangan dipengaruhi para pemain yang akan merusak masa depan Indonesia," terang Agus dalam Diskusi Energi Kita di Bakoel Koffee, Jakarta, Minggu (8/3/2015).
Menurut dia, Indonesia akan terancam mengimpor gas dan semakin ketergantungan memasok minyak atau BBM dari negara lain apabila pemerintah tidak mampu mendesain peta jalan (roadmap) ketahanan energi.
"Tidak punya peta ketahanan energi, 10 tahun-15 tahun lagi kita bakal perang saudara, berkelahi karena setiap daerah membutuhkan migas. Ya kalau punya uang, kita bisa impor, jika tidak dari mana," jelasnya.
Agus menambahkan, saat ini, Singapura telah membangun tangki shale gas besar. Belum lagi menggarap pembangunan pipa-pipa gas yang menyambung ke daerah di Indonesia. Sehingga biaya impor gas bakal lebih murah dari Singapura ke Indonesia dibanding produksi sendiri.
"Bisa saja setahun sampai dua tahun lagi kita impor gas dari Singapura, karena harga shale gas sekarang murah sekali. Singapura sudah dapat pasokan dari Amerika Serikat dan lainnya," tegas dia.
Agus berharap, dalam kurun waktu lima tahun ke depan, pemerintah Indonesia dapat menyusun rencana kebijakan energi yang tepat. Â
Sementara itu, Ketua Komisi VII Kardaya Warnika mendesak pemerintah untuk menyelesaikan kebijakan energi secara tepat, jangan zigzag. Hal ini sangat bermanfaat untuk kepastian investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia pada sektor energi.
"Jangan zigzag, belok kiri dan kanan, ini bahaya karena energi adalah hajat hidup orang banyak. Kalau kebijakannya zigzag, kredibilitas kita dipertanyakan, investor jadi bingung dan nggak akan mau investasi di Indonesia," ujar dia. (Fik/Ahm)
Kebijakan Energi Buram Bakal Picu Perang Saudara di RI
Indonesia diprediksi impor gas dalam waktu dua tahun lagi dari Singapura bila tidak membenahi kebijakan energi.
Advertisement