Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengungkapkan, semakin panjang polemik pembangunan Pelabuhan Cilamaya, Karawang, Jawa Barat, bisa menimbulkan banyak dampak negatif bagi pemerintah. Salah satunya adalah semakin tinggi harga tanah di daerah tersebut.
Ketua Komisi VII DPR RI, Kardaya Warnika menjelaskan, di tengah perdebatan yang berkepanjangan antara PT Pertamina (Persero) dengan Kementerian Perhubungan mengenai rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya muncul para spekulan tanah di sekitar lokasi.
"Ini pasti akan ada spekulan, pasti ada tanah dibeli, sawah dibeli, sampai rawa pun dibeli, lalu habis itu ditanemin pohon, biar nanti pembebasan lahannya mahal," katanya di Jakarta, Selasa (10/9/2015).
Oleh karena itu, Kardaya meminta kepada pemerintah dalam hal ini Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan untuk bisa duduk bersama menyelesaikan polemik tersebut.
Semakin cepat keputusan yang dihasilkan maka akan semakin minim timbulnya para spekulan, sehingga secara langsung akan mengurangi biaya pembebasan lahan oleh pemerintah jika Pelabuhan Cilamaya benar-benar akan dibangun.
Secara pribadi, Kardaya menginginkan pembangunan Pelabuhan Cilamaya untuk di bangun di luar wilayah Cilamaya, Karawang. Dicontohkannya, wilayah lain yang juga berpotensi dibangun pelabuhan seperti wilayah Cirebon ataupun Indramayu. "Bukan berarti kami meninggalkan pelabuhan, tapi pelabuhan jangan ditaruh di situ, untuk itu mari kita kerjasama," terangnya.
Seperti diketahui, Pertamina menolak proyek pembangunan Pelabuhan Cilamaya karena berpotensi merugikan Pertamina. Lokasi pembangunan tersebut berada di jalur distribusi gas milik Pertamina sehingga akan menganggu pasokan energi ke industri bahkan pasokan listrik untuk wilayah Jakarta.
"Pupuk Kujang dapat pasokan gasnya dari situ, dia produksi 1 juta ton pupuk untuk pertanian. Kemudian listrik Jakarta juga dari ONWJ. Suplai gas untuk kilang Balongan juga. Kalau ini terganggu, maka BBM juga terganggu," ujar VP Corporate Communication PT Pertamina Ali Mudakir.
Sedangkan Kementerian Perhubungan terus menginginkan agar Pelabuhan Cilamaya tersebut dibangun untuk mengimbangi arus barang di Pelabuhan Tanjung Priuk, Jakarta yang diperkirakan akan merus meningkat.
Dalam estimasi Kementerian Perhubungan, pada tahun 2025, arus barang di Priok mencapai 15 juta TEUs dan meningkat mencapai 20 juta TEUs pada 2030. Artinya Pelabuhan Priok sudah tidak mampu menampung jumlah lalu lintas barang. (Yas/Gdn)
Polemik Pelabuhan Cilamaya Picu Spekulan Tanah
Lokasi pembangunan pelabuhan Cilamaya, Karawang, Jawa Barat, berada di jalur distribusi gas milik Pertamina.
Advertisement