Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dituding tak bisa mengelola nilai tukar rupiah sehingga terus mengalami pelemahan. Tudingan tersebut langsung mendapat tanggapan dari oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil.
Sofyan mengungkapkan, bahwa meski semakin melemah, namun secara volume harian transaksi dolar ini dinilai masih tergolong aman. "Masih aman," ujarnya di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (11/3/2015).
Menurutnya, meski banyak utang jatuh tempo yang harus dibayar korporasi di dalam negeri, namun hal tersebut tidak perlu menjadi kekhawatiran akan terjadinya pembelian dolar dalam jumlah besar.
"Tidak. Mereka juga kan mengetahui, dalam kondisi seperti ini banyak perusahaan-perusahaan yang melakukan transaksi hutang mereka. Saya pikir perusahaan juga berpikir mau beli dolar, misalnya mahal seperti ini. Jadi saya pikir, perusahaan melaksanakan transaksi hutangnya," jelasnya.
Sofyan mengungkapkan bahwa level nilai tukar rupiah seperti saat ini diyakini tidak akan bertahan lama dan diharapkan kembali membaik. "Saya pikir suatu angka yang manageable. Karena ini kan gejala internasional. Ini temporary saja," kata dia.
Sayangnya, Sofyan enggan memberikan komentar terkait kebijakan apa yang harus dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) untuk memperbaiki nilai tukar rupiah. "BI tentu melakukan tugasnya sesuai dengan yang ditugaskan. Jadi saya tidak bisa mengomentari apa yang dilakukan, yang jelas BI itu kan lembaga independent," tandasnya.
Data valuta asing Bloomberg, Rabu (11/3/2015) menunjukkan nilai tukar rupiah dibuka melemah cukup parah ke level 13.196 per dolar AS. Nilai tukar rupiah tercatat melemah 0,57 persen ke level 13.168 per dolar AS pada perdagangan pukul 08.56 waktu Jakarta. Masih di awal sesi perdagangan, nilai tukar rupiah masih berfluktuasi melemah di kisaran 13.145-13.198 per dolar AS.
Ekonom Standard Chartered Bank Indonesia, Eric Alexander Sugandi menjelaskan, data tenaga kerja AS pekan lalu yang melampaui ekspektasi memang menjadi sinyal baik bagi perekonomian AS dan mengirim dolar ke level yang lebih tinggi.
Bersama negara-negara berkembang lain, rupiah ikut terkena imbasnya. "Ini lebih karena faktor global, data ekonomi AS yang sangat positif. Bukan cuma rupiah saja yang melemah, tapi mata uang di negara berkembang lain juga ikut tertekan," terang Eric saat dihubungi Liputan6.com. (Dny/Gdn)
Rupiah Terus Melemah, Ini Pembelaan Sofyan Djalil
Sofyan enggan memberikan komentar terkait kebijakan apa yang harus dilakukan oleh Bank Indonesia (BI).
Advertisement