Sukses

Boros Beli Senjata, Uni Emirat Arab Mimpi Bangun Pabrik Sendiri

Uni Emirat Arab dan Arab Saudi mengimpor perangkat militer hingga mencapai total US$ 8,6 miliar.

Liputan6.com, Jakarta - Konflik geopolitik selama ini dicatat sebagai salah satu pemicu meningkatnya pembelian senjata satu negara. Tak heran, jika Arab Saudi dan Uni Emirat Arab membeli senjata dalam jumlah lebih besar dibandingkan pasokan senjata yang diimpor seluruh negara Eropa tahun lalu.

Berdasarkan perhitungan sepanjang 2014, jika digabungkan, Uni Emirat Arab dan Arab Saudi mengimpor perangkat militer hingga mencapai total US$ 8,6 miliar. Tahun ini, Uni Emirat Arab juga menempati posisi ke-4 sebagai importir senjata terbesar di dunia.

Peringkatnya menurun dari tahun sebelumnya di posisi-3. Itu bukan karena Uni Emirat Arab mengurangi anggaran pembelian senjata, tapi China yang justru terus meningkatkan belanja perangkat militernya.

Sepanjang 2014, Uni Emirat Arab tercatat mengimpor senjata bernilai US$ 2,1 miliar atau Rp 27,7 triliun (kurs: Rp 13.192/US$). Berikut ulasan singkat mengenai perdagangan dan impor senjata di Uni Emirat Arab seperti dikutip dari USA Today, RT.com, CNBC, dan sejumlah sumber lain, Kamis (12/3/2015):

2 dari 4 halaman

Kepemilikan senjata


Kepemilikan senjata

Berdasarkan data yang dikeluarkan pemerintah Uni Emirat Arab, rata-rata dari 100 orang di negaranya, terdapat 22 senjata yang beredar. Sementara itu, tenaga militer Uni Emirat Arab dilaporkan memiliki 110 ribu jenis senjata pertahanan yang diimpor pemerintah.

Pihak kepolisian di negara Timur Tengah itu juga dibekali sekitar 15.730 perangkat militer sebagai bentuk pertahanan nasional. Meski pemerintah mengimpor senjata secara resmi, tapi perdagangan senjata secara ilegal tetap tidak terhindarkan.

Sebuah laporan menunjukkan terdapat satu juta jenis senjata legal dan ilegal yang kini dimiliki pada penduduk sipil. Dibandingkan kepemilikan senjata di 178 negara lain, Uni Emirat Arab menempati peringkat ke-24 tertinggi.

3 dari 4 halaman

Jadi pasar perusahaan asing


Minat perusahaan senjata asing pada Uni Emirat Arab

Perusahaan-perusahaan global kini mulai membuka kantor-kantor cabang dan membentuk rekanan dengan industri lokal guna memenangkan bisnis perlengkapan senjata di Uni Emirat Arab.

Perusahaan asal Amerika Serikat seperti Boeing dan sejumlah pebisnis dari negara lain mulai menancapkan akarnya guna menjual lebih banyak senjata ke Uni Emirat Arab.

Uni Emirat Arab memang pasar yang penting mengingat penjualan senjata dari Amerika Serikat bergerak melambat dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa perusahaan pemasok senjata seperti Textron juga berharap dapat membangun pabrik langsung di negara Timur Tengah tersebut.

Textron Systems melihat peluang miliaran dolar dari penjualan produk senjatanya di Timur Tengah. Sejauh ini, perusahaan tersebut juga telah menual Sensor Fuzed Weapon, senjata bombardir seberat 1.000 pound yang digunakan untuk menyerang kumpulan tentara bersenjata.

Dalam lima tahun ke depan, Uni Emirat Arab diprediksi akan menghabiskan belanja US$ 40 miliar untuk membeli sejumlah senjata baru. Sebelumnya, pembelian senjata Uni Emirat Arab juga membangkak khususnya untuk jasa dan perangkat militer.

Uni Emirat Arab juga telah menyatakan minatnya untuk membangunn sektor manufaktur senjata di negaranya.

4 dari 4 halaman

Jadi eksportir


Jadi eksportir buat Ukraina

Meski berperan sebagai salah satu negara pengimpor senjata terbesar di dunia, Uni Emirat Arab juga ternyata mampu menjadi pemasok perangkat militer bagi negara lain. Pada Februari 2015, Uni Emirat Arab dan Ukraina menandatangani kesepakatan jual beli senjata.

Dengan adanya kontrak tersebut, Ukraina dapat mulai mengimpor senjata dari Uni Emirat Arab. Presiden Ukraina Petro Proshenko menekankan pihaknya yang tengah bersitegang dengan Rusia akan terus meningkatkan kemampuan pertahanannya.

Ukraina membeli pasokan senjata dari Uni Emirat Arab lantaran negara-negara Barat termasuk Amerika Serikat merasa enggan melakukannya. Pasalnya, perangkat militer tersebut digunakan untuk bertarung dengan kelompok militan yang mendukung Rusia.

Obama memang memutuskan untuk berhenti melengkapi Ukraina dengan perlengkapan militer meskipun Rusia terus menerus melakukan penyerangan.(Sis/Nrm)