Liputan6.com, Chicago - Pada Januari 2015, harga emas sempat menguat hingga US$ 1.300 per ounce saat harga-harga saham melemah. Namun hanya dalam dua bulan, harga emas telah merosot lebih dari 11 persen dari level tertingginya menjadi US$ 1.150 per ounce.
Semua penguatan harga emas terhapus setelah dolar Amerika Serikat (AS) menguat dalam beberapa minggu. Tapi harga emas dapat kembali ke level US$ 1.400 per ounce tahun ini.
Mengutip laman CNN Money, Senin (16/3/2015), harga emas seringkali dipandang sebagai mata uang alternatif. Emas berfungsi dengan baik saat para investor khawatir mengenai proyeksi tender yang dicetak pemerintah.
Secara mengejutkan, beberapa ahli masih yakin harga emas akan bergerak menguat. Analis perusahaan manajemen keuangan DoubleLine Jeffrey Gundlach melaporkan, harga emas dapat berbalik ke harga US$ 1.400 per ounce.
Â
Alasannya, yield obligasi negatif di Eropa akan membuat emas tampak lebih menarik. Emas merupakan aset yang selalu tampi menakjubkan di tengah inflasi dan deflasi.
Dengan kata lain, saat para pelaku pasar takut akan sesuatu, mereka akan cenderung mencari emas. Dan rate obligasi yang negatif merupakan tanda dari kekhawatiran deflasi.
Para investor akan terdorong oleh jatuhnya harga emas dan berpikir obligasi tersebut menjadi risiko.
Gundlach tetap menganggap harga emas akan menguat terlebih setelah Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) menaikkan suku bunganya. Meski harga dolar akan menguat, dan berdampak buruk bagi emas dalam jangka pendek, Gundlach tetap yakin dalam jangka panjag harga emas akan pulih. (Sis/Ndw)
Advertisement