Liputan6.com, Bogor - Tingginya upah minimum kabupaten/kota (UMK) di Kabupaten Bogor berimbas banyaknya pengusaha yang mengalami kebangkrutan. Kondisi tersebut membuat 2.600 pekerja di Kabupaten Bogor terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bogor, Nuradin mengatakan sudah ada lima pemilik perusahaan yang menutup atau merelokasi setelah keputusan penangguhan UMK 2015 ditolak Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Kelima perusahaan padat karya tersebut yaitu PT Harmoni Indah, PT Samudera Biru, PT Dianing Sari, dan PT Eurogate yang seluruhnya bergerak dalam sektor garmen. Sedangkan satu perusahaan lain, yakni PT Jalon yang memproduksi tas.
Dari lima perusahaan, hanya PT Samudra Biru yang direlokasi oleh pemiliknya ke Wonogiri, Jawa Tengah dengan alasan untuk menekan upah yang lebih murah. Sementara, empat perusahaan lain lebih memilih menutup pabriknya karena tidak mampu membayar upah pekerja sesuai UMK.
“Dari data kami, total karyawan yang di-PHK dari lima perusahaan mencapai 2.600 orang. Kami tidak bisa menghalangi pemilik perusahaan untuk menutup atau merelokasi perusahaannya,” ungkap Nuradi di Bogor, Senin (16/3/2015).
Nuradi menuturkan, lima perusahaan tersebut merupakan perusahaan skala sedang hingga besar. Seperti Perusahaan PT Harmoni Indah menjadi perusahaan dengan jumlah karyawan paling sedikit, sekitar 200 orang. Sementara, PT Samudera Biru mempekerjakan sekitar 1.600 orang.
“Kelima perusahaan ini sudah dipastikan telah membayar pesangon kepada pekerjanya. Mesaki ada perusahaan yang membayar pesangon dengan cara dicicil,” tutur Nuradi.
Baca Juga
Advertisement
Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menetapkan upah minimum Kabupaten Bogor 2015 mencapai Rp 2.655.000, naik dari Rp 2.243.240 pada 2014.
Namun demikian meski ada 5 perusahaan yang mengalami bangkrut dan direlokasi, namun iklim investasi di Kabupaten Bogor masih menjadi daya tarik banyak perusahaan.
Diakui Humas Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu (BMPT) Kabupaten Bogor, Teguh Sugiarto, bahwa faktor Bogor sebagai penyangga ibu kota Jakarta menjadi daya tarik Kabupaten Bogor sebagai tempat berinvestasi.
"Sedangkan di daerah lain, walau pun UMK lebih kecil, namun perhitungan distribusi dan infrastruktur yang kurang memadai, sehingga investor enggan berinvestasi,” terangnya.
Teguh menambahkan penghalang utama investasi di Kabupaten Bogor bukan karena tingginya UMK, melainkan peraturan Menteri Perdagangan terkait kewajiban kepada investasi di atas Rp 500 juta diharuskan terbangun di kawasan industri.
"Nah sementara tiga kawasan industri Sentul, Cibinong, Citeurep di Kabupaten Bogor telah penuh," pungkasnya. (Bima Firmansyah/Ndw)