Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengakui pelemahan rupiah ke level 13.000 per dolar Amerika Serikat (AS) membuat berdampak serius pada industri penerbangan. Pasalnya, hampir 70 persen biaya operasional maskapai penerbangan ditransaksikan menggunakan dolar AS.
"Dengan selisih kurs dolar Rp 13 ribu itu tentunya akan berpengaruh pada industri penerbangan," kata Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Suprasetyo di Kantor Kemenhub Jakarta, Selasa (17/3/2015).
Meski begitu, menurut Supra, Kementerian Perhubungan akan melakukan evaluasi tarif batas atas sesuai regulasi yang ada yaitu setiap tiga bulan.
Advertisement
"Kalau tiga bulan tetap (kursnya), akan koreksi batas atas," ungkap Supra.
Sedangkan untuk tarif batas bawah, Supra mengungkapkan, tarif batas bawah akan mengikuti perkembangan tarif batas atas, yaitu 40 persen tadi tarif batas atas.
"Tarif batas atas dan bawah, tarif bawah 40 persen dari batas atas," terangnya.
Ketua Penerbangan Berjadwal Indonesia National Air Carrier Association (INACA), Bayu Sutanto mengungkapkan, pelemahan kurs rupiah telah berdampak terhadap bisnis maskapai penerbangan. Pasalnya, 70 persen dari biaya operasional maskapai sangat ditentukan kurs rupiah terhadap dolar AS.Â
"Sebesar 70 persen mengacu pada kurs dolar AS, seperti harga bahan bakar avtur, asuransi, onderdil, pelatihan dan biaya lainnya. Jadi rupiah Rp 13.000 per dolar AS sangat memberatkan bagi kami," tegas dia.
Beruntung, lanjutnya, kondisi ini terbantu dari penurunan harga minyak dunia dan kebijakan penyesuaian tarif batas atas serta batas bawah tiket penerbangan meski belum sanggup sepenuhnya menutup biaya operasional yang terus melambung akibat jebloknya kurs rupiah.Â
"Kalau tidak terbantu harga minyak dunia yang turun, makin banyak maskapai yang gulung tikar. Sebab pendapatan maskapai penerbangan dari dolar AS cuma sedikit, tapi pengeluarannya dalam denominasi dolar AS banyak," terang Bayu.Â
Menyiasatinya, dia bilang, maskapai penerbangan mulai mengencangkan ikat pinggang alias melakukan efisiensi. Memangkas kegiatan ekonomi berbiaya tinggi, seperti pengurangan pembelian onderdil, menyederhanakan proses bisnis penjualan tiket sehingga mengurangi penempatan tenaga kerja, mengurangi perjalanan dinas demi penghematan dan lainnya.Â
"Untuk sekarang ini, pemilik atau pemegang saham nombok dulu. Tapi kan nggak mungkin terus-terusan, sehingga diharapkan kondisi tersebut lekas membaik. Jadi sabar saja menanti," harap Bayu.
(Pew/Ndw)
Â