Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) ambisius menuntaskan pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 35 ribu megawatt (Mw) dalam waktu lima tahun. Target tersebut dinilai tak akan tercapai karena fokus pemerintah saat ini pecah akibat kisruh persoalan politik.
Demikian disampaikan Ketua Council International of Large Electric System (CIRGE Indonesia) atau Dewan Penasehat Masyarakat Listrik, Herman Daniel Ibrahim menegaskan, pemerintah perlu kerja super cepat untuk merealisasikan pembangunan listrik 35 ribu Mw.
"Tapi saya rasa 35 ribu Mw tidak akan selesai dalam lima tahun atau di 2019. Karena sekarang yang ada malah ribut-ribut soal partai, bukan prioritas ke pembangunan," ucap dia saat Diskusi Energi Kita Kebijakan PLTU Mulut Tambang Mengatasi Krisis Listrik di Jakarta, Minggu (22/3/2015).
Advertisement
Herman memperkirakan, pembangunan pembangkit listrik 35 ribu Mw baru akan tercapai pada 2020. Pertimbangan ini, Herman menuturkan perlu diperhatikan pemerintah mengingat konsumsi listrik meningkat setiap tahun seiring pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Ekonomi kita bertumbuh, permintaan listrik tumbuh secara bertahap. Tapi krisis listrik bisa teratasi tergantung kecepatan pemerintah dalam menambah kapasitas listrik dengan alternatif lain," tutur Herman.
Salah satunya, Herman mengakui, dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di sekitar mulut tambang batu bara. Batu bara merupakan solusi cepat energi primer untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional.
"Selesaikan saja pembangunan PLTU dalam empat tahun karena 35 ribu Mw tidak mungkin selesai 2019," ujar dia.
Dengan pembangkit listrik di mulut tambang, sambungnya, batu bara berkalori rendah dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi atau bahan bakar dengan harga terjangkau atau lebih murah dibanding penggunaan bahan bakar minyak (BBM).
Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mencatat, cadangan batu bara Indonesia bisa menjamin energi murah hingga 50 tahun ke depan. Namun sayangnya, sebagian besar batu bara Indonesia diekspor sebanyak 83,40 persen. Sisa penggunaan batu bara untuk keperluan domestik. (Fik/Ahm)