Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) ambisius menambah kapasitas listrik di Indonesia sebesar 35 ribu Megawatt (Mw) hingga periode 2019.
Proyek pembangkit listrik tersebut diyakini akan menjadi incaran investor asing maupun domestik.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said mengungkapkan, ketertarikan investor terhadap proyek pembangkit listrik 35 ribu Mw sangat besar. Dari datanya, saat ini sudah ada 50 persen investor berkomitmen membenamkan modalnya di mega proyek tersebut.
Baca Juga
"Dari proyek 35 ribu Mw, sekarang ini sudah ada 50 persen investor komitmen. Lalu 6 ribu Mw diminati investor dengan skema PPA dan investor juga sedang proses tender untuk 6 ribu Mw. Sedangkan sisanya tengah dalam persiapan. Secara procurement, kami yakin proyek 35 ribu Mw tahun ini akan dibanjiri investor," terang dia dalam Diskusi Peluncuran Indeks Kota Cerdas Indonesia di JCC, Jakarta, Selasa (24/3/2015).
Advertisement
Sudirman menuturkan, investor bakal kepincut menanamkan modal apabila pemerintah dapat mengatasi kendala membangun pembangkit listrik, antara lain proses pengadaan tanah, perizinan investasi berbelit-belit, proses penunjukan swasta memakan waktu lama, dan sebagainya.
Sudirman menambahkan, hambatan tersebut perlu dikikis habis mengingat ‎pemerintah pada dasarnya harus menambah kapasitas listrik sebanyak 42 ribu Mw. Program pembangkit listrik 35 ribu Mw dan kewajiban menambah listrik 7 ribu Mw yang sudah masuk dalam pipeline. Proyek itu harus rampung dalam 5 tahun ke depan.
"Proyek 35‎ ribu Mw suatu keharusan, tapi kami minta masyarakat bersabar karena membangun pembangkit listrik atau menambah kapasitas listrik bukan hal mudah. Kami yakin dengan 12 sistem kelistrikan, maka kendala listrik bisa teratasi pada 2018," terang dia.
Ia mengatakan, Indonesia memerlukan pengelolaan manajemen energi. ‎Hal itu mengingat penggunaan energi campuran harus terkerek naik dalam 5 tahun ke depan, dari 7 persen saat ini menjadi 10 persen sampai 15 persen. Begitupula dengan pemanfaatan energi terbarukan pada 2025.
"Kita dulu mensubsidi energi fosil hingga Rp 2.600 triliun, padahal 10 tahun sampai 20 tahun mendatang bakal habis. Maka energi fosil tetap harus dikatakan mahal, dan beralih ke energi terbarukan. Sebab membangun atau menambah kapasitas listrik 1 Mw lebih mahal ketimbang menghemat 1 Mw," kata Sudirman. (Fik/Ahm)