Sukses

Bikin Pendapatan RI Naik, Ini Saran OECD Buat Pemerintah Jokowi

OECD mengapresiasi upaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menyehatkan fiskal Indonesia lewat penghapusan subsidi premium.

Liputan6.com, Jakarta - Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dalam laporannya mengapresiasi upaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menyehatkan fiskal Indonesia lewat penghapusan subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium. Dengan langkah ini, pemerintah mempunyai ruang fiskal lebih besar untuk mendorong pembangunan infrastruktur di Indonesia.

"Saya tahu kebijakan penghapusan subsidi BBM dari Jokowi sangat kontroversial. Tapi beliau sudah melakukan hal baik karena bisa menyehatkan anggaran," ucap Sekretaris Jenderal OECD, Angel Gurria saat Konferensi Pers Launch of the 2015 Indonesia Economic Survey and Education Politic Review di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (25/3/2015).

‎Namun katanya, untuk bersaing dengan negara ASEAN lain dari sisi peningkatan pendapatan, Indonesia perlu melakukan banyak hal setelah keluar dari krisis ekonomi beberapa tahun lalu. Dalam rangka pembalikan keadaan, sambung Gurria, negara ini perlu terus menerapkan reformasi ekonomi.

"Pemerintah Indonesia sangat kecil dibanding jumlah penduduknya 250 juta jiwa. Tapi justru ketika saya datang ke negara-negara OECD, pemerintahan mereka terlalu besar dan saya bilang harus di reduce," ujarnya.

Guna pemerataan kesejahteraan, dia menyarankan, pemerintah perlu membangun infrastruktur, kebijakan terkait hilirisasi dan menarik investasi dari sektor swasta. Pasalnya, bonus demografi yang dimiliki Indonesia akan sia-sia jika implementasi kebijakan pemerintah tidak berjalan baik.

Pertama, Gurria menyebut, pemerintah perlu memperbaiki kualitas pendidikan mengingat gap atau kesenjangan pendidikan antara Indonesia dengan negara-negara OECD sangat jauh. Kualitas guru pun patut diperhatikan.

‎Kedua, perlu partisipasi dari pemerintah untuk mendorong peningkatan kualitas pendidikan di Tanah Air lantaran kebanyakan generasi muda putus sekolah karena masalah malnutrisi dan kurangnya dorongan dari orang tua.

"Dan ketiga efisiensi dalam sektor pendidikan karena sebenarnya Indonesia sangat konsen melawan korupsi dan menciptakan pertumbuhan ekonomi secara inklusif serta berkesinambungan," cetus Gurria.

‎Sementara itu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengaku, pemerintah akan terus melakukan reformasi di sektor industri manufaktur. Menggenjot pertumbuhannya hingga mencapai 22 persen terhadap GDP.

"Indonesia butuh reindustrialisasi, karena itu kita bangun infrastruktur bukan hanya dari anggaran negara tapi mengundang sektor swasta untuk berinvestasi. Kita sangat butuh reformasi struktural di ekonomi, dan diharapkan OECD memberi sarannya," pungkas dia. (Fik/Ndw)

Video Terkini