Sukses

BI Tak Mau Krisis Ekonomi Terulang

Pada Januari 2008, utang luar negeri swasta tercatat US$ 60 miliar. Jumah tersebut menjadi US$ 182 miliar tujuh tahun kemudian.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mendesak kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menjalankan strategi lindung nilai (hedging) agar utang luar negeri (ULN) swasta tidak memicu krisis ekonomi seperti yang terjadi pada beberapa tahun silam. Desakan tersebut dilakukan oleh BI setelah melihat peningkatan Utang Luar Negeri swasta yang terus mengalami peningkatan dibanding ULN milik pemerintah dan BI.

Gubernur BI, Agus Martowardojo mengungkapkan, salah satu penyebab ekonomi Indonesia dilanda krisis ekonomi, sosial dan politik beberapa tahun lalu karena banyaknya korporasi yang tidak menerapkan hedging kepada ULN.

"Jangan sampai krisis ini terulang lagi, karena utang dalam jangka pendek lebih berisiko. Banyak korporasi BUMN yang tadinya untung bisa rugi besar karena utang tidak dikelola dengan benar," papar dia saat rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR, Jakarta, Rabu (25/3/2015).

Di sekitar 1997 lalu, banyak perusahaan swasta yang memiliki utang luar negeri yang cukup besar. Di saat dunia dilanda krisis moneter, Indonesia ikut terkena imbasnya. Saat itu, nilai tukar rupiah terus melemah. Semula rupiah berada di level Rp 2.500 per dolar AS. Saat krisis, rupiah tenggelam ke hingga sempat menyentuh level Rp 16.000 per dolar AS.

Perusahaan-perusahaan yang memiliki utang dalam bentuk dolar AS tersebut tentu saja terimbas. Utang yang semula kecil dengan cepat membengkak. Akibatnya, sebagian korporasi tersebut harus gulung tikar.

Menurut Agus, dengan adanya stategi lindung nilai, kasus seperti di 1997 tersebut bisa dihindari. Pasalnya, kontrak lindung nilai bisa mengunci nilai tukar rupiah sesuai dengan kesepakatan.



Agus melanjutkan, posisi Utang Luar Negeri swasta membengkak setiap tahunnya. Pada Januari 2008, utang luar negeri swasta tercatat US$ 60 miliar. Jumah tersebut menjadi US$ 182 miliar tujuh tahun kemudian. Angka ini melampaui ULN pemerintah dan BI yang tercatat US$ 136 miliar.

"ULN BUMN mempunyai karakteristik berbeda, karena umumnya jangka pendek dan kebanyakan tidak pakai lindung nilai. Utang tersebut akan membuat risiko jika seandainya tidak diperpanjang. Risikonya terhadap kurs rupiah," terangnya.

Di samping itu, dia mengingatkan, pentingnya menjaga defisit transaksi berjalan yang diperkirakan mencapai US$ 26 miliar pada tahun ini. Defisit transaksi berjalan diharapkan lebih sehat dengan berbagai kebijakan pemerintah dan BI.

"Kita masih punya defisit transaksi berjalan dan fiskal. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dikelola Menteri Keuangan selama 12 tahun terakhir defisit. Dan defisit ini perlu dibiayai investor asing," tegas Agus. (Fik/Gdn)

EnamPlus