Sukses

Larangan PNS Rapat di Hotel Jalan Terus

Pemerintah menghargai komitmen dan pakta integritas yang dibuat Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) yang menolak mark up.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) membantah kabar pencabutan aturan larangan rapat di hotel bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kementerian PAN RB justru tengah menggodok Petunjuk Teknis (Juknis) implementasi dari larangan tersebut.

"Surat Edaran Menteri PAN RB Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pembatasan Kegiatan Pertemuan atau Rapat di Luar Kantor, Tidak Dicabut atau Tetap Berlaku," jelas Menteri PAN RB, Yuddy Chrisnandi, di Jakarta, Minggu (29/3/2015).

Kepala Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian PAN RB, Herman Suryatman menambahkan, Kementerian PAN RB sedang merumuskan Juknis mengenai teknis pelaksanaan aturan rapat di hotel secara lebih detail supaya lebih jelas dan terukur. Hal ini mempertimbangkan aspirasi pengusaha perhotelan yang ketar ketir dengan aturan larangan rapat di hotel.  

"Juknis tersebut akan dikeluarkan supaya dipahami kegiatan pemerintahan apa saja yang boleh dilakukan di luar kantor pemerintah dan dalam kondisi yang bagaimana," ungkap dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Minggu (29/3/2015).

Pemerintah, kata dia, sangat menghargai komitmen dan pakta integritas yang dibuat Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) yang menolak segala bentuk mark up biaya kegiatan serta efisiensi yang mendukung kegiatan pemerintah di hotel.

"Kami melalui program pariwisata, budaya, pendidikan, sosial dan lainnya akan mendorong industri MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) tetap tumbuh bergairah," tutur dia.

Herman mengaku, Kementerian PAN RB bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan saat ini tengah mensinkronkan Juknis pelaksanaan tersebut dan akan segera diterbitkan, tanpa berniat mencabut larangan rapat di hotel.

"Jadi ini bentuk konsisten pemerintah di mana SE tetap berlaku, hanya sedang dirumuskan skema MICE, yakni event-event yang melibatkan pihak ketiga terutama di sektor pariwisata," jelas dia.

Penghematan anggaran

Sebelumnya, Chrisnandi mengatakan bahwa kebijakan pemerintah yang melarang pejabat atau pegawai negeri sipil untuk menggelar rapat di hotel telah berhasil karena penghematan yang dilakukan cukup besar.

Menurut Yuddy, dalam dua bulan terakhir, kebijakan tersebut telah menghemat anggaran negara sebesar Rp 5,12 triliun. Jumlah ini dinilai akan terus meningkat ke depannya.

"Dalam dua bulan saja sampai awal Februari penghematan karena rapatnya di internal di kantor pemerintah mencapai Rp 5,12 triliun. Ini masih terus dihitung, dan akan makin besar penghematannya. Itu data resmi dari BPKP, ini sesuatu yang baik," ujarnya.

Dia menyatakan, jika anggaran sebesar itu bisa didapatkan dari penghematan anggaran yang dilakukan oleh pemerintah saja, maka akan banyak infrastruktur termasuk program sosial masyarakat yang bisa direalisasikan.

"Anggaran ini kembali ke pemerintah dan akan dialokasikan ke kegiatan yang lebih bermanfaat seperti bikin puskesmas, laboratorium, subsidi pupuk, beli traktor," tandasnya.

Namun memang, kebijakan tersebut mendapat tentangan dari para pengusaha perhotelan dan pariwisata. Ketua Federasi Serikat Pekerja Pariwisata Reformasi Edison SH mengatakan larangan tersebut akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dikalangan pekerja pariwisata.

"Karena dengan munculnya surat edaran tersebut okupansi hotel yang tadinya 70 persen sampai dengan 80 persen drop menjadi 30 persen-40 persen," ujar Edison. Dia menjelaskan, ketika larangan tersebut dikeluarkan, pemasukan di bidang perhotelan semakin lesu.

"Jadi dengan adanya surat edaran tersebut tingkat hunian di perhotelan 40 persen hilang dan pengusaha hotel  tidak bisa membayar upah pekerjanya," pungkasnya. (Fik/Gdn)