Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) akan segera membentuk bank infrastruktur atau lembaga pembiayaan infrastruktur yang bersumber dari obligasi atau surat utang jangka panjang.
Bank infrastruktur tersebut nantinya bisa mendanai proyek-proyek infrastruktur hingga Rp 150 triliun hanya dengan suntikan modal Rp 25 triliun.
Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brojonegoro mengatakan, infrastruktur ke depan merupakan lahan investasi menarik bagi penanam modal asing mapun domestik.
Advertisement
Tidak melulu pada sektor manufaktur, jasa, dan ritel. Sebab, banyak proyek infrastruktur besar di Indonesia yang membutuhkan peran serta swasta dan lainnya.
"Bank Infrastruktur bukan mengumpulkan deposit dari masyarakat, tapi sumber dananya dari obligasi. Obligasi ini setara dengan obligasi pemerintah. Juga mengelola dana idle yang ada di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan dana haji," ujar dia di Jakarta, Kamis (2/4/2015).
Bank infrastruktur yang merupakan hasil peleburan dari PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dan PT Pusat Investasi Pemerintah (PIP) harus aktif membiayai proyek energi terbarukan. Salah satunya harus mendanai proyek ambisius pembangkit listrik 35 ribu megawatt (Mw), bersumber energi panas bumi atau geothermal.
"Harus‎ aktif untuk proyek geothermal. Jangan cuma biayai pembangkit listrik yang besar kapasitas 2x1.000 Mw saja, tapi juga pembangkit listrik kecil-kecil karena masih ada 20 persen atau 50 juta masyarakat kita yang belum dapat listrik," tegas dia.
‎
Dengan modal awal Rp 25 triliun, hasil dari pengalihan aset PIP ke SMI, Bambang mengaku SMI atau Bank Infrastruktur ini dapat mengembangkan modal sampai enam kali atau lebih. "Kalau bisa me-leverage (modal) enam kali atau lebih, SMI bisa membiayai proyek sampai Rp 150 triliun," cetus Bambang. (Fik/Nrm)