Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Hukum dan HAM menyatakan pembajakan barang kerap terjadi pada produk fashion. Lantaran, produk fashion tidak berisiko tinggi pada konsumen. Hal itu berbeda seperti obat-obatan, yang mana jika dibajak akan berdampak pada konsumen seperti keracunan.
Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Ahmad M Ramli mengatakan, produk seperti tas dan baju menjadi sasaran empuk para pemalsu.
"Saya menduga mungkin tas, yang tidak berisiko, kemudian baju," kata dia di Jakarta, Kamis (9/4/2015).
Namun begitu, dia mengklaim jumlah pemalsuan produk atau menjiplak relatif menurun. Hal itu sejalan dengan insentif pemerintah terkait penggratisan merk. "Sekarang mulai turun, karena kita mendorong mendaftarkan merk dan kita gratiskan. Itu tiga tahun kita lakukan," ujarnya.
Pihaknya pun mengimbau supaya pelaku usaha menciptakan merk produk sendiri. Tak perlu khawatir tidak laku, produk dengan merk sendiri tidak berisiko terhadap hukum.
"Sebelumnya pakai merk Zara Giordino. Dia merasa untung paling sekali dua kali berurusan, saya sampaikan UKM jangan membajak. Dengan bajak bunuh diri, membuat bisnis tak bisa berkembang, bikin merk sendiri, merknya gaya-gayaan," tandas dia. (Amd/Nrm)
Ini Dia Barang yang Paling Banyak Dibajak
Namun Kementerian Hukum dan HAM menyatakan jumlah pemalsuan produk atau menjiplak relatif menurun.
Advertisement