Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) dituding menganut paham neolib atas kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) per 28 Maret lalu. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Andrinof A Chaniago kesal dengan anggapan tersebut. Â
"Bukan neolib, karena kalau neolib itu melepas harga BBM ke pasar, mengabaikan pelayanan publik. Asal ngomong saja. Hafalnya cuma neolib saja atau memang nggak tahu apa itu neolib," kesal dia saat ditanya wartawan di kantornya, Jakarta, Kamis (9/4/2015).Â
Pemerintah dikatakan tetap memberi subsidi untuk BBM jenis solar yang banyak digunakan kelompok rentan atau berpendapatan rendah, seperti nelayan, angkutan umum. Pemerintah pun mengaku masih melakukan intervensi terhadap perubahan harga BBM setiap bulan.Â
"Kalau pengguna premium mah nggak layak disubsidi. Makanya ada kebijakan BBM supaya nggak ada selisih harga terlampau besar," tambahnya.Â
Â
Dirinya menilai, banyak orang memanfaatkan BBM subsidi hanya untuk mengeruk keuntungan semata. Sebagai contoh, Andrinof mengakui bahwa tidak sedikit orang menyelundupkan BBM subsidi dan menjualnya ke pengguna komersial.Â
Â
"Tapi sekarang mereka nggak bisa lagi menyelundupkan, melakukan penyelewengan karena marjin kecil, jadi untungnya tipis. Karena subsidi yang kemarin terlalu besar sehingga muncul penyelundupan, penyelewengan BBM subsidi misal dijual ke luar negeri dan perusahaan tambang," terang Andrinof.Â
Â
Sekadar informasi, DPR pernah menyebut pemerintah tidak transparan mengenai kebijakan kenaikan harga BBM. Evaluasinya pun tidak jelas sehingga menuding pemerintahan Jokowi menganut paham liberalisme atau neolib. (Fik/Nrm)