Sukses

Gandeng 3 Bank, PLN Lindungi Utang Valas US$ 950 Juta

PLN menerapkan lindung nilai (hedging) atas utang dalam denominasi dolar AS senilai US$ 950 juta selama enam bulan ke depan.

Liputan6.com, Jakarta - Lama dinantikan, akhirnya PT PLN (Persero) ‎menerapkan lindung nilai (hedging) atas utang dalam denominasi dolar AS senilai US$ 950 juta selama enam bulan ke depan. Hedging ini dipercayakan kepada tiga bank pelat merah, yakni PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) dan PT Bank Mandiri Tbk.

Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto ‎mengungkapkan, perseroan membutuhkan transaksi dalam valuta asing (valas) atau dolar AS per bulan mencapai US$ 600 juta setiap bulan. Kebutuhan itu diperuntukkan membayar pinjaman valas, impor bahan baku, sewa listrik dan sebagainya.

"Tapi hedging dengan tiga bank ini senilai US$ 950 juta, komposisinya ‎BNI US$ 200 juta, BRI senilai US$ 250 juta dan US$ 500 juta hedging dengan Bank Mandiri. Itu sudah mulai per hari ini sampai enam bulan ke depan," kata dia saat Konferensi Pers Penandatanganan Fasilitas Hedging PLN di Gedung BI, Jakarta, Jumat (10/4/2015).

Besaran lindung nilai tersebut, sambung Sarwono, mempertimbangkan keseluruhan utang valas PLN yang tercatat outstanding US$ 12 miliar sampai US$ 13 miliar. Namun jika dibukukan dengan utang proyek IPP sekira US$ 7 miliar hingga US$ 8 miliar, lanjut dia, ‎total utang valas di pembukuan perseroan mencapai US$ 20 miliar.

Deputi Tax Force Pendalaman Pasar Keuangan Bank Indonesia, Nanang Hendarsah‎ memastikan, selisih kurang yang disebabkan perbedaan kurs kontrak dengan kurs spot saat jatuh tempo yang berasal dari transaksi lindung nilai tidak dianggap sebagai kerugian negara.

"Tidak menjadi kerugian negara sepanjang dilakukan secara konsisten, konsekuen, dan akuntabel serta tidak terdapat unsur melanggar peraturan atau hukum yang berlaku," tegasnya.

Hal itu merupakan kesepakatan pertemuan antara koordinasi teknis oleh level teknis dari Badan Pemeriksa Keuangan, BPKP, Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepolisian, Kejaksaan Agung, BI, Kementerian Keuangan dan Kementerian Negara BUMN. (Fik/Ndw)