Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) masih terus melakukan penelusuran mengenai dugaan praktik perbudakan pada anak buah kapal (ABK) di kapal milik PT Pusaka Benjina Resources yang beroperasi di perairan Benjina ke wilayah Tual, Maluku.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryo Bambang Sulisto menyatakan, pemerintah harus bisa bertindak tegas terhadap pelanggaran hukum semacam ini.
"Hal seperti itu sudah tidak bisa diterima dalam situasi seperti ini. Harus ada yang bertanggung jawab, karena seperti itu tidak pada tempatnya," ujar Suryo di Jakarta, seperti ditulis Senin (13/4/2015).
Advertisement
Dia meminta, pemerintah bisa segera menjerat para pelaku termasuk PT Pusaka Benjina Resources sendiri dengan pasal hukum yang ada di Indonesia. Dengan demikian, dunia bisa melihat ketegasan sikap pemerintah terhadap hal-hal semacam ini.
"Dari kita juga harus lebih ketat dan harus ada yang bertanggung jawab. Karena pasti ada pelaku-pelaku yang membantu sehingga itu bisa terjadi. Selanjutnya itu harus bisa dicegah, masa warga negara diperlakukan seperti itu," lanjutnya.
Sementara itu, Suryo berharap kasus perbudakan seperti ini tidak akan menganggu hubungan perdagangan Indonesia dengan negara lain, terutama dalam ekspor hasil perikanan.
"Itu masalah tidak langsung terkait pedagangan, tapi masalah hak asasi dan hukum. Kita melihatnya dari situ saja, jangan dikaitkan dengan perdagangan," tandasnya.
Sebelumnya salah satu kantor berita asing melakukan investigasi selama setahun mendokumentasikan perjalanan pengapalan makanan laut yang ditangkap ABK dari desa Benjina, Maluku.
Pemerintah pun terus melakukan penyelidikan terhadap kasus perbudakan yang terjadi di kapal yang dioperasikan oleh PT Pusaka Benjina Resources di perairan Benjina, Kepulauan Arus, Maluku.
Ketua Tim Satuan Tugas Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Mas Achmad Santosa mengatakan dari hasil investigasi yang dilakukan setidaknya perusahaan tersebut telah mempekerjakan lebih dari 1.000 orang sebagai anak buah kapal (ABK). Dia menjelaskan, dari jumlah tersebut, juga terdapat ABK yang berkewarganegaraan Indonesia, meski jumlahnya tidak lebih dari 100 orang. (Dny/Ahm)