Sukses

IMF Perkirakan Pertumbuhan Ekonomi Global Berpotensi Melambat

Pemulihan perekonomian global yang semula diperkirakan bisa positif tampak kembali menghadapi risiko perlambatan lebih parah.

Liputan6.com, New York - Pemulihan perekonomian global yang bergerak lambat kini justru kembali risiko perlambatan lebih parah. Hal tersebut dirangkum dalam indeks bertajuk Brookings Institution-Financial Times tracking index yang dirilis oleh International Monetary Fund (IMF).

Mengutip laman Financial Times, Senin (13/4/2015), dalam laporan yang dikeluarkan setiap enam bulan tersebut menyoroti bagaimana proyeksi pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju kini justru terkikis dengan pelemahan yang terjadi di negara-negara berkembang.

"Sebuah pembalikan pertumbuhan sederhana antara negara maju dan berkembang memutar fakta bahwa kedua kelompok tersebut kini masih menghadapi prospek terhadapnya pertumbuhan ekonomi," ujar ekonomi senior di Brookings, Profesor Eswar Prasad.

Menurut laporan IMF, perekonomian dunia tumbuh 3,4 persen tahun lalu. Realisasi tersebut mengecewakan banyak pihak yang memprediksi penguatan lebih cepat lantaran kondisi ekonomi masih berada pada fase pemulihan dari dampak krisis finansial global 2008-2009.

Terlebih lagi, negara-negara berkembang dengan pertumbuhan lebih cepat kini berjumlah lebih dari setengahnya di dunia.

Pekan lalu, Pimpinan IMF, Christine Lagarde menggambarkan, kinerja perekonomian dunia tampak tak cukup baik saat ini.

Indeks Tracking Indices for the Global Economic Recovery (Tiger) menunjukkan kegiatan ekonomi rill, pasar finansial dan kepercayaan investor dibandingkan dengan rata-rata historikal perekonomian global dan di masing-masing negara.

"Melihat tiga negara dengan momentum pertumbuhan yang berkelanjutan, Amerika Serikat, Inggris dan India, terdapat beberapa prospek pertumbuhan jangka pendek yang tampak mencolok," terang Prasad.

Indeks pertumbuhan Tiger untuk negara-negara maju meningkat dengan laju perlahan sejak harga minyak menurun sejak pertengahan tahun lalu. Tapi negara-negara dengan pertumbuhan lemah ini masih bisa menguat sebelum menunjukkan momentum tersebut, biasanya terjadi ayunan ekonomi yang menguntungkan.

Prasad menerangkan, penguatan dolar AS yang bertahan lama dan menanggung beban ekonomi global di punggung sendiri tentu dapat menekan perekonomian AS. Sementara di negara berkembang seperti China dan India, terdapat pola pertumbuhan yang cukup variatif.

Dalam beberapa bulan ke depan, ekonomi global dapat menghadapi kenaikkan suku bunga AS untuk pertama kalinya selama hampir sembilan tahun terakhir. Kondisi ini dapat mengancam pemulihan yang memang sangat rentan dan akan terjadi aksi pelarian dana asing keluar secara besar-besaran. (Sis/Gdn)