Sukses

RI Defisit untuk Perdagangan Gandum Sampai Beras

Indonesia masih keranjingan impor beras untuk memenuhi kebutuhan segmentasi tertentu.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan neraca perdagangan sepanjang Januari-Maret 2015 surplus US$ 2,43 miliar. Nilai ekspor periode tersebut US$ 39,13 miliar atau lebih tinggi dibanding kinerja impor US$ 36,70 miliar.

Kepala BPS Suryamin mengungkapkan, beberapa komoditas atau kebutuhan pokok masyarakat mengalami defisit neraca perdagangan dengan negara lain. Artinya impor Indonesia atas komoditas tersebut lebih besar dari ekspor dalam kurun waktu tiga bulan pertama ini.  

"Komoditas gandum dengan nilai defisit US$ 518,10 juta. Impor gandum kita terus-terusan karena ada produk yang terbuat dari bahan pangan ini, misalnya mie dan roti," ujar dia saat Konferensi Pers di Jakarta, Rabu (15/4/2015).

Komoditas lainnya gula, yang tercatat mengalami defisit perdagangan senilai US$ 345,13 juta. Disusul kedelai dengan defisit mencapai US$ 292,81 juta dan komoditas jagung defisit sebesar US$ 248,33 juta.

"Kita banyak impor kedelai karena petani masih itung-itungan menanamnya di dalam negeri. Sementara impor jagung karena banyak kebutuhan untuk makanan ternak," terang Suryamin.

Selanjutnya, defisit perdagangan juga terjadi pada komoditas bawang putih dan daging sapi dengan nilai masing-masing sebesar US$ 75,24 juta dan US$ 47,52 juta. Sementara cabai, bawang merah dan tepung terigu masing-masing US$ 7,41 juta, US$ 1,69 juta dan US$ 850 ribu.

"Angkanya cukup kecil karena kita bisa mencukupinya dari pasokan di dalam negeri. Tapi kalau bawang putih memang kebanyakan dari impor," ujarnya.

Mirisnya lagi Indonesia juga masih keranjingan impor beras untuk memenuhi kebutuhan segmentasi tertentu. Beras yang dipasok dari negara lain khusus. Nilai defisit neraca perdagangan beras periode kuartal I 2015 sebesar US$ 29,19 juta.

"Impor beras untuk bibit, kebutuhan restoran Jepang, India, restoran Vietnam yang menyajikan makanan dengan beras khusus dan hanya bisa didatangkan dari luar negeri. Impor beras pun untuk tepung dan ada kebutuhan bagi penderita penyakit tertentu, seperti diabetes, dan lainnya," tutur Suryamin.

Meski demikian, dia mengaku, Indonesia masih membukukan surplus neraca perdagangan komoditas ikan (tidak termasuk ikan hias). Nilainya mencapai US$ 201,22 juta di triwulan I 2015. Suryamin berharap, kinerja ekspor ikan lebih digenjot agar surplus perdagangan bisa menembus angka miliaran dolar AS tahun ini.( Fik/Ndw)

Video Terkini