Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel berencana menerbitkan peraturan larangan impor tekstil desain batik dari negara lain. Namun dampak larangan itu ke neraca perdagangan Indonesia dinilai Badan Pusat Statistik (BPS) tidak akan terlampau signifikan.
"Nilai impor batik Indonesia enggak terlalu besar. Tapi nanti kita lihat ke kinerja impor dari sisi nilai dan volume setelah mulai berlakunya larangan tersebut," kata Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa BPS, Sasmito Hadi Wibowo kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Rabu (15/4/2015).
Saat ditanyakan mengenai nilai impor batik sepanjang tiga bulan ini, dia mengaku tidak mengetahui angka persisnya. Namun Sasmito mengaku, serbuan batik impor datang dari China dan Malaysia. Â
"Desain batik China mirip-mirip dengan kita, harganya murah-murah. Jadi kayak batik KW. Tapi kita juga impor batik dari Malaysia," terangnya.    Â
Mendag Rachmat Gobel sebelumnya mengatakan, Kementerian Perdagangan sedang berkoordinasi dengan Menteri Pariwisata Arief Yahya dan Menteri Perindustrian Saleh Husin mengenai rencana aturan larangan impor batik. Â
"Ini saya lagi bicara dengan Menteri Pariwisata dan Menteri Perindustrian. Koordinasi sangat perlu," ujarnya.
Sambung Rachmat, hal ini harus dilakukan untuk melindungi produk warisan budaya Indonesia secara turun temurun agar tidak punah digerus serbuan impor. Di samping itu, menjaga pelaku usaha batik dalam negeri, khususnya di bidang usaha batik cetak atau printing agar bisnis tetap langgeng.
"Banyak tekstil kita impor dari China tapi desain batik. Ini harus kita hambat, jika tidak, industri batik kecil printing pasti akan mati. Juga untuk songket dan lainnya," paparnya. (Fik/Ndw)
Mendag Bakal Larang Impor Batik, Ini Kata BPS
Mendag Rachmat Gobel bakal menerbitkan peraturan larangan impor tekstil desain batik dari negara lain. Apa efeknya ke neraca perdagangan RI?
Advertisement