Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) tengah mempertimbangkan untuk melakukan lindung nilai (hedging) untuk transaksinya dalam bentuk valuta asing (valas). Hal ini menyusul permintaan dari Menteri BUMN Rini Soemarno agar perusahaan minyak dan gas (migas) tersebut untuk mengikuti langkah PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro mengatakan, hedging memang menjadi salah satu opsi yang tengah dipertimbangkan oleh Pertamina pada saat ini." "Itu menjadi salah satu opsi. Sekarang kan sudah diperbolehkan, aturannya sudah ada," ujarnya di Yogyakarta, seperti ditulis Jumat (17/4/2015).
Namun untuk melakukan hedging, Pertamina harus melakukan perhitungan lebih lanjut karena hal ini juga menyangkut masalah biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan.
"Tinggal dilihat berapa besar pendanaan yang diperlukan untuk hedging. Karena hedging juga dibutuhkan cost, ada biaya. Intinya kami tahu impor BBM yang cukup besar per hari," lanjutnya.
Sebagai tindak lanjut dari hal ini, Wianda menyatakan bahwa Pertamina sudah membentuk tim dan juga mengandeng tim dari perbankan BUMN. "Ini masih dibicarakan antara tim Pertamina dengan tim dari salah satu bank BUMN untuk mekanisme itu," tandasnya.
Sebelumnya, Menteri BUMN Rini Soemarno meminta Pertamina untuk mengikuti langkah PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk melakukan hedging. Selain Pertamina, Rini juga meminta BUMN lain seperti PT Aneka Tambang (Persero) Tbk dan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk untuk melakukan langkah yang sama.
"Rencana hedging sudah ada di Kementerian dan sudah dikerjasamakan, sehingga kami punya Standard Operational Procedure (SOP)-nya," kata Rini beberapa waktu lalu.
PLN telah menerapkan lindung nilai atas pinjaman luar negeri ratusan triliun rupiah. Direktur Utama PLN, Sofyan Basyir mengungkapkan, perseroan mempunyai peranan strategis dalam pembangunan di Indonesia. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini diamanatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membangun pembangkit listrik 35 ribu Megawatt (Mw) dalam lima tahun ke depan.
"Kebutuhan anggaran untuk proyek ini sebesar Rp 1.200 triliun, di antara jumlah itu, sekitar Rp 600 triliun adalah investasi yang diperlukan PLN," ujar dia saat acara Penandatanganan fasilitas lindung nilai PLN dengan PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (10/4/2015).
Dana sebesar Rp 600 triliun, kata Sofyan, dibutuhkan untuk membangun pembangkit listrik berkapasitas 10 ribu Mw, dan 42 ribu Mw transmisi, gardu induk dan jaringan distribusi sampai periode 2019.
"Anggaran itu sebagian besar kami dapatkan dari pinjaman luar negeri yang punya risiko apabila terjadi apresiasi kurs dolar AS terhadap rupiah," sambung Mantan Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk itu.
Sebagai mitigasi risiko ini, tambah ‎Sofyan, PLN akan melakukan lindung nilai menyusul telah diterbitkannya regulasi hedging dari BI. Sebelum menetapkan keputusan hedging, diakui dia, perseroan telah berkonsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kejaksaan Agung.
"Konsultasi ini bertujuan merumuskan kebijakan internal hedging dengan tetap memperhatikan tata kelola perusahaan (GCG) berjalan baik," pungkas dia. (Dny/Gdn)
Biar Tak Rugi, Pertamina Siapkan Tim Hedging
Pertamina sudah membentuk tim dan juga mengandeng tim dari perbankan BUMN untuk melakukan transaksi lindung nilai.
Advertisement