Liputan6.com, Surabaya - Keluhan pelaku industri galangan kapal mulai mendapat solusi. Selama ini, pelaku bisnis perkapalan mengaku terbebani aturan perpajakan dalam produksi kapal.
Menurut Direktur Utama PT Dumas Tanjung Perak Shipyard, Yance Gunawan, pihaknya terjepit pada kondisi dilematis. "Pertama, bea masuk untuk perlengkapan dan mesin mencapai 5-15 persen. Ini membuat kami susah bersaing dengan negara lain," ujarnya saat menerima kunjungan Menteri Perindustrian Saleh Husin di lokasi galangan milik Dumas di Tanjung Perak, Surabaya, Jumat 17 April 2015.
Masalah yang kedua, perseroan tidak bisa berharap banyak pada produksi komponen kapal dalam negeri. Lantaran hampir sebagian besar komponen kapal mesti didatangkan dari luar negeri alias impor.
"Yang dari kita sendiri, dari dalam negeri, ya hanya plat dan cat," ujarnya prihatin.
Menanggapi hal itu, Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin mengungkapkan pihaknya tengah mendesak realisasi fasilitas keringanan fiskal berupa PPN tidak dipungut bagi industri galangan. "Ini sedang kami perjuangkan agar secepatnya berlaku karena rekan-rekan industri galangan sangat membutuhkan," tegas Menperin.
Selain itu, imbuhnya, pemerintah juga mendorong rangsangan lainnya seperti kemudahan perizinan dan investasi. Soal produksi komponen, Saleh Husin juga menyatakan pihaknya terus mempromosikan peluang investasi industri komponen kapal di dalam negeri.
"Selain memperkuat industri perkapalan, juga agar bisa menekan biaya produksi," ujarnya.
Di tengah himpitan kendala usaha, Dumas terus berkembang dari jasa reparasi hingga membangun kapal. Pesanan berasal dari kalangan swasta hingga BUMN.
"Saat ini tengah dibangun galangan kami di Sreseh, Madura seluas 10 hektare," tutur Yance. Dumas juga memiliki pengalaman bekerja sama dengan perusahaan asing, Damen Shipyard asal Belanda.
Jumlah kapal yang telah dibangun mencapai 132 unit. Sedangkan untuk reparasi, Dumas sudah dipercaya menangani perbaikan 399 unit kapal berbagai jenis. (Alvin/Ndw)
Advertisement