Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan minyak dan gas (migas) pelat merah, PT Pertamina (Persero) tercatat mengalami kerugian sebesar US$ 212,3 juta atau sekitar Rp 2,75 triliun (estimasi kurs Rp 12.930 per dolar AS) pada periode Januari-Februari 2015.
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto menyatakan bahwa kerugian yang dialami oleh perseroan lantaran penurunan harga minyak dunia yang berlangsung sejak akhir tahun lalu.
"Pada saat Januari-Februari, dimana harga memang diset untuk harga minyak dunia yang rendah, termasuk harga minyak di Indonesia diturunkan cukup besar. Tetapi kami masih memikul inventori yang dibeli di Oktober, jadi ada 3-4 bulan sebelumnya yang dibeli dengan harga mahal," ujarnya di Yogyakarta, seperti ditulis Minggu (19/4/2015).
Akibat turunnya harga minyak ini, lanjut Dwi, Pertamina harus memikul beban inventori mencapai US$ 370 juta, sehingga pada periode Januari-Februari perseroan mengalami kerugian.
"Itu yang menjadi beban pada laporan keungan Januari-Februari. Jumlahnya sekitar US$ 370 juta untuk beban investori yang dibeli lebih mahal," lanjutnya.
Meski demikian, dia meyakini kedepannya Pertamina akan kembali mendapatkan untung karena harga minyak dunia yang mulai stabil meski belum kembali ke level tertingginya.
"Oleh karena itu ketika harga sudah stabil seperti sekarang, maka bisa kami yakini harusnya Maret, April, Juni dan seterusnya membaik. Karena kami tidak memikul di beban inventori yang begitu besar," kata dia.
Terlebih lagi, Dwi mengungkapkan bahwa Pertamina telah melakukan langkah efisiensi untuk mengurangi dampak penurunan minyak dunia ini terhadap kinerja keuangan perusahaan.
"Ini sekedar informasi, agar tidak simpang siur. Karena ini hanya masalah akuntansi saja. Insya Allah akan baik, apalagi dengan semangat efisiensi yang terus kami gelorakan," tandasnya. (Dny/Gdn)
Rugi di Awal Tahun, Ini Pembelaan Bos Pertamina
Pertamina telah melakukan langkah efisiensi untuk mengurangi dampak penurunan minyak dunia
Advertisement