Sukses

Ketemu Jokowi, BPK Lapor Temuan Kerugian Negara Rp 1,4 Triliun

BPK menemukan sebanyak 3.293 masalah berdampak finansial Rp 14,74 triliun. Dari total itu, sekitar Rp 1,4 triliun merugikan negara.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Harry Azhar Azis bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (21/4/2015). Harry Azhar yang datang dengan didampingi oleh beberapa pejabat dari BPK itu menghadap Presiden untuk menyampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II (IHPS) II tahun 2014 kepada Presiden Jokowi.

Dalam keterangannya kepada wartawan, Harry menyampaikan selama semester II tahun 2014, BPK menemukan diantaranya sebanyak 3.293 masalah berdampak finansial senilai Rp 14,74 triliun yang terdiri atas masalah yang mengakibatkan kerugian negara senilai Rp 1,42 triliun.

"Potensi kerugian negara senilai Rp 3,77 triliun dan kekurangan penerimaan senilai Rp 9,55 triliun," ujar Harry dalam acara penyerahan IHSP dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) semester II 2014 kepada Presiden Jokowi, di Kantor Presiden.

Harry juga mengungkapkan, berdasarkan IHPS dan LHP semester II 2014, BPK telah mengungkap  7.950 temuan yang terdiri  atas 7.789 masalah ketidakpatutan terhadap peraturan perundang-undangan senilai Rp 40,55 triliun dan 2.482 masalah kemelamah SPI.

"BPK memesika 651 objek pemeriksaan, terdiri atas 135 objek pada pemerintah pusat, 479 objek pemerintahan daerah dan BUMD, serta 37 objek BUMN dan badan lainnya," kata Harry.

Masalah lain yang menonjol diantaranya persiapan penerapan sistem Akuntansi Pemerintah (SAP) dan penerimaan pajak dari penerimaan Migas, seeran ketidakpatutan KKKS atan ketentuan Cost Recovery.

Berdasarkan hasil kajian BPK, Harry beranggapan, pemerintah pusat dan daerah belum siap mendukung penerapan SAP berbasis akttual pada 2015 dalam penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah (LKPP) maupun Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).

Selain itu, Harry juga memaparkan hasil temuan bermasalah BPK terkait penerimaan pajak dan migas senilai Rp 1,124 triliun yang terdiri atas potensi pajak bumi dan bangunan (PBB) migas terulang minimal sebesar Rp 666,23 miliar dan potensi kekurangan penerimaan PBB migas tahun 2014 minimal sebesar Rp 454,38 miliar.

"BPK menemukan juga ketidakpatutan KKKS terhadap ketentuan Cost Recovery, yang mengakibatkan kekurangan penerimaan negara senilai Rp 6,19 triliun," ucapnya.

Khusus pemeriksaan kinerja layanan paspor pada Kementerian Hukum dan HAM, BPK menyimpulkan telah cukup efektif dalam hal pelayanan paspor, namun BPK menemukan adanya masalah dalam perubahan mekanisme pembayaran berupa pembayaran elektronik dengan Payment Gateway yang berisiko hukum. (Luqman/Ndw)