Sukses

Dalam 3 Bulan, Target Penjualan Listrik Pertamina Capai 24,44%

Selama kuartal I 2015, produksi migas Pertamina mencapai 547,58 ribu Barel Oil Equivalent per Day (BOEPD).

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) mencatat penjualan listrik 716,16 Giga watt hour (Gwh) pada kuartal I 2015. Jumlah tersebut mencapai 22,44 persen dari target sepanjang tahun ini yang tercatat 2.929,24 Gwh.

Dikutip dari pemaparan PT Pertamina (Persero), Kamis (23/4/2015), penjualan listrik Pertamina sejak Januari hingga Maret terus mengalami peningkatan. Untuk Januari 2015, Pertamina mampu menjual listrik 253,98 Gwh. Nilai penjualan tersebut meningkat pada Februari 20145 menjadi 467,09 Gwh. Sedangkan pada Maret 2015 tercatat sebesar 716,16 Gwh.

Selain mencatatkan kenaikan penjualan listrik, Pertamina juga mencatatkan peningkatan produksi minyak dan gas (migas). Selama kuartal I 2015, produksi migas perseroan mencapai 547,58 ribu Barel Oil Equivalent per Day (BOEPD).

Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto mengatakan, produksi migas tersebut meningkat 10,7 persen setiap bulannya, Pada Januari 2015 tercatat 519,67 BOEPD dan pada Pebruari 2015 tercatat 520,84 BOEPD. "Poduksi migas secara equivalent dari November 494,83 BOEPD naik 10,7 persen perbulan sampai Maret 547,58 BOEPD," tuturnya.

Dwi menyebutkan, detail produksi minyak pada kuartal I 2015 mencapai 267,48 ribu BOEPD, produksi tersebut mengalami peningkatan 18,8 persen setiap bulan dari November 2014 hingga Maret 2015. "Progress kinerja operasional hulu sejak November 2014 hingga Maret 2015 mencapai 225,15 ribu BOEPD menjadi 267,48 ribu BOEPD," ungkapnya.

Dwi menambahkan, untuk produksi gas kuartal I 2015 mencapai 1622,7 juta kaki kubik per hari atau million metrick standart cubic feet per day (MMscfd). Produksi tersebut meningkat 4 persen setiap bulannya, sejak November 2014. "Produksi gas terus tumbuh 4 persen per bulan dari November 2015 yang tercatat 1567,37 juta kaki kubik per hari," katanya.

Jika dilihat 8 tahun ke belakang, Pertamina terus membukukan peningkatan produksi migas rata-rata 7 persen, meski produksi nasional sedang menurun.  

Menurut Dwi, hal tersebut disebabkan hasil dari pengembangan dan pemanfaatan teknologi hulu yang selektif dan tepat sehingga diperoleh hasil produksi optimal.

"Pengembangan dan pemanfaatan teknologi hulu merupakan kunci sukses bagi upaya menjaga pertumbuhan produksi dan penambahan cadangan minyak dan gas yang sangat diperlukan untuk menjaga ketahanan dan kemandirian energi Indonesia," katanya.

Harga minyak saat ini pada kisaran US$60 per barel dan terus berfluktuasi. Hal ini berimbas kepada Indonesia yang masih sangat bergantung pada sektor migas, sehingga akan mempengaruhi inflasi dan neraca keuangan negara, terlebih dengan ada penguatan dolar Amerika Serikat (AS).

"Produksi minyak nasional menurun, tidak sejalan dengan lonjakan konsumsi bahan bakar di dalam negeri yang terus tumbuh. Bahkan, pada 2030, permintaan energi mencapai 16 Quad BTUs di tahun 2030. Dengan tren industri migas di Indonesia, jika kita tidak melakukan sesuatu, bisa membawa kita kepada situasi krisis," ujar Dwi.

Dwi mengatakan, sebagai BUMN energi, Pertamina melihat kondisi ini sebagai tantangan yang dapat dibalik menjadi suatu kesempatan untuk mewujudkan target  sebagai Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia. (Pew/Gdn)