Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan klarifikasi terkait pemberian fasilitas kendaraan bagi pejabat di kementerian dan lembaga yang memunculkan polemik di masyarakat. Salah satunya, berkaitan dengan pemberian dua mobil bagi menteri dan pejabat setingkatnya.
"Berkenaan dengan munculnya polemik di beberapa media massa terkait penetapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 76/PMK.06/2015 tanggal 14 April 2015 tentang Standar Barang dan Standar Kebutuhan Barang Milik Negara Berupa Alat Angkutan Darat Bermotor Dinas Operasional Jabatan Di Dalam Negeri, agar tidak menimbulkan persepsi yang salah di masyarakat, perlu kami berikan penjelasan," jelas Juru Bicara Kementerian Keuangan, Arif Baharudin dalam keterangannya, Sabtu (25/4/2015).
Dia menuturkan, bahwa PMK 76/PMK.06/2015 ditetapkan untuk memberikan pedoman penganggaran bagi Kementerian dan Lembaga yang akan melakukan pengadaan kendaraan bermotor bagi para pejabatnya yang selama ini belum diatur.
Salah satu siklus dalam pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) dalam PP 27 tahun 2014 adalah perencanaan kebutuhan BMN yang dilakukan secara rutin setiap tahun oleh seluruh Kementerian dan Lembaga sesuai siklus penganggaran.
Advertisement
Tata cara perencanaan BMN tersebut diatur dalam PMK 150 tahun 2014 tentang Perencanaan Kebutuhan BMN. Pada pasal 7 PMK tersebut diatur bahwa Rencana Kebutuhan BMN disusun oleh Pengguna Barang dengan berpedoman pada Renstra, standar barang, dan kebutuhan.
Sebagai tindaklanjut amanah pasal 7 tersebut disusun 2 (dua) PMK, yaitu PMK terkait Standar Ruangan Kantor dan Alat Angkutan Kendaraan Dinas Operasional Jabatan, yaitu PMK 76/PMK.06/2015 dimaksud.
"Peraturan ini bukan dimaksudkan untuk memberikan "jatah" kepada Menteri dua mobil, namun untuk memberikan standar mobil jabatan kepada Menteri dan Pejabat lain yang belum diatur, sehingga standar mobil jabatan untuk mobil dan pejabat lain tidak beragam," jelas dia.
Dijelaskan sebagai ilustrasi, eselon 1 hanya boleh dapat satu mobil jabatan dengan spesifikasi sedan 2.500 cc 4 silinder, tidak boleh lebih.
Sementara, untuk Menteri boleh satu mobil jabatan, dan apabila diperlukan mobil cadangan masih dimungkinkan untuk ditambah satu lagi.
"Hal itu untuk mengantisipasi seandainya mobil menteri mengalami gangguan atau kerusakan seperti mogok atau ke bengkel, sehingga perlu disiapkan mobil cadangan agar mobilitas Menteri yang sangat tinggi tidak terganggu. Mobil cadangan tersebut hanya untuk Menteri dan setingkat menteri," jelas Arif.
Dia menambahkan, spesifikasi mobil yang diatur adalah untuk kategori tertinggi, yang dalam implementasinya boleh dilakukan pengadaan dengan spesifikasi di bawahnya.
Dengan keluarnya PMK ini tidak berarti serta merta Kementerian atau Lembaga dapat melakukan pengadaan mobil jabatan, mereka bisa menggunakan mobil yang masih ada.
Namun apabila diperlukan pengadaan mobil jabatan, harus mengacu pada PMK 76/PMK/06/2015. Tentunya pengadaan mobil jabatan tersebut tetap mengacu pada kebutuhan dan ketersediaan anggaran pada masing-masing Kementerian atau Lembaga.
Selain itu, dengan adanya peraturan ini diharapkan pengadaan kendaraan jabatan ke depannya akan menjadi lebih proporsional dan seragam agar efektifitas dan efisiensi penggunaan serta pengelolaan Barang Milik Negara, dalam konteks ini khususnya mobil dinas, dapat terjaga dengan baik.(Nrm)