Sukses

Pemerintah Diminta Ubah Sistem Hitungan Pembayaran Subsidi BBM

Pengubahan sistem pembayaran ini guna menghindari penyimpangan.

Liputan6.com, Jakarta - Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi masih berharap pemerintah ikut mengubah sistem pembayaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi guna menghindari penyimpangan meski pemerintah sudah mengurangi besaran pasokan sumber energi ini.

Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi Djoko Siswanto mengungkapkan, pembayaran subsidi pada BBM mestinya dilakukan sesuai dengan volume yang keluar dari kran pengisian (nozzle) dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) ke kendaraan. Bukan saat keluar dari depo seperti saat ini.

"Subsidi itu seharusnya dihitung ketika BBM mengalir dari nozzle di SPBU. Bukan dari Depo," kata Djoko, di Jakarta, Senin (27/4/2015).

Menurut mantan Direktur BBM Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) tersebut, meski saat ini BBM seperti solar dapat subsidi sebesar Rp 1.000 per liter, tetapi kemungkinan penyalahgunaan tetap ada.

Hal tersebut pun dinilai akan sangat merugikan negara. "Kalau tidak dirubah, selamanya akan kejadian terus (penyalahgunaan)," ungkapnya.

Dia mencontohkan, penyalahgunaan yang pernah tertangkap Tim Satgas BBM BPH Migas, ketika mobil tangki keluar dari depo melakukan bongkar muat di tempat yang tak ditentukan. "Dulu satgas sudah menangkap kasus - kasus seperti ini," pungkasnya.

Dalam APBN-P 2015 volume BBM bersubsidi diusulkan sebesar 17,9 juta kiloliter (kl) atau turun 61 persen dari alokasi dalam APBN 2015 sebesar 46 juta kl. Volume BBM bersubsidi antara lain minyak tanah 850 ribu kl dan solar sebesar 17,05 juta kl. (Pew/Nrm)