Liputan6.com, New York - Gempa berkekuatan 7,9 skala Richter (SR) mengguncang daerah dekat ibukota Nepal, Kathmandu dan Kota Pokhara, Nepal pada Sabtu (25/4/2015).
Badan Geological Survey Amerika Serikat memperkirakan kerugian finansial akibat kerusakan yang disebabkan gempa dahsyat itu dapat mencapai US$ 1 miliar hingga US$ 10 miliar atau Rp 130,05 triliun (kurs: Rp 13.005/US$).
Bahkan badan survei asal AS tersebut memprediksi kisaran kerugian yang diderita Nepal dapat lebih tinggi dari level itu. Sementara total rekonstruksi Nepal diprediksi dapat mencapai US$ 5 miliar atau Rp 65,03 triliun.
Advertisement
Mengutip laman CNN Money, Selasa (28/4/2015), perekonomian Nepal tampak tak bisa bangkit kembali tanpa bantuan dari negara lain. Pasalnya, bahkan sebelum dihantam guncangan gempa bumi, Nepal telah diterpa sejumlah tantangan perekonomian.
Nepal dikenal sebagai negara dengan kemampuan ekonomi yang parah, korupsi terjadi di mana-mana, dan rangkaian kecelakaan di Mount Everest mengurangi daya tarik pariwisata Nepal.
"Upaya penyelamatan dan pencarian bencana internasional saat ini sangat dibutuhkan, begitu juga dengan dana internasional berskala besar dan bantuan teknik untuk rekonstruksi ekonomi jangka panjang," tulis Ekonom IHS Asia-Pasifik Rajiv Biswas.
Dia menjelaskan, standar konstruksi perumahan di Nepal masih sangat rendah. Nepal juga memiliki kapasitas yang terbatas untuk pulih dan bangkit setelah bencana terjadi.
Nepal telah bergulat beberapa tahun terakhir agar keluar dari perang sipil antara Maoist dan pemerintah yang akhirnya berakhir pada 2006. Soal korupsi, Nepal juga terbilang parah dengan menduduki peringkat 126 dari 175 negara pada Transparency International's Corruption Perceptions Index.
Salah satu sektor masih bersinar adalah pariwisata. Menurut Menteri Budaya, Pariwisata dan Penerbangan Sipil Nepal, satu pekerjaan dapat dihasilkan dari setiap enam kunjungan turis. Terdapat 138 ribu orang bekerja di sektor tersebut.
Sebagian besar turis datang dari India dan China, banyak yang tertarik pada kuil-kuil di Nepal. Pada 2013, terdapat hampir 800 ribu turis asing mengunjungi Nepal.
Meski begitu, puncak Himalaya masih menjadi masalah bagi industri pariwisata.
Para pendaki asing membayar perusahaan tur hingga US$ 100 ribu untuk satu kali kesempatan mendaki Everest. Beberapa biaya itu masuk ke pemerintahan, sementara dana lainnya dialiri ke hotel-hotel lokal.(Sis/Nrm)