Liputan6.com, Jakarta - Menteri Agraria dan Tata Ruang, Ferry Mursyidan Baldan menyatakan akan melakukan kajian terhadap perizinan pemakaman. Hal itu mengingat kondisi makam bersifat mewah dan eksklusif.
"Pada perizinannya kami review. Kami tak kejar PBB, jangan lagi ada komersialisasi kuburan," kata dia di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Selasa (28/4/2015).
Ferry mengatakan, pemakaman di dalam Undang-undang (UU) memiliki fungsi sosial sehingga tidak dikenakan pajak bumi dan bangunan (PBB). Pemakaman seharusnya untuk semua orang dan tidak bersifat eksklusif. Bahkan untuk orang yang tidak memiliki indentitas pun seharusnya memperoleh pemakaman yang layak.
Advertisement
"Fungsi harus ada ketika ada orang miskin boleh dimakamkan. Orang tidak ada identitas pun bisa dikuburkan," kata Ferry.
Pihaknya pun menegaskan, semua pemakaman harus memiliki fungsi sosial dan menjangkau semua orang. "Harus ada fungsi sosialnya, tidak ada kuburan yang boleh eksklusif," tandas dia.
Pengamat Perpajakan Universitas Pelita Harapan (UPH) Ronny Bako menyarankan makam dengan kategori tersebut seharusnya dikenakan dua jenis pajak yakni Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan PBB.
"Kalau dia sebagai barang itu PPnBM, kalau dia menjual makamnya. Saya tidak tahu mau dikenakan apa. Tapi saya setuju itu, PBB itu bisa tapi itu wilayahnya pemerintah daerah, luas bangunan kuburan dan tanahnya. Jadi menurut saya bisa kena dua, PPnBM dan PBB," kata dia.
Dia menuturkan, pemerintah seyogyanya mesti adil dalam mengenakan pajak. Pajak tidak boleh hanya dikenakan pada makam yang bersifat eksklusif, namun untuk semua jenis makam.
"Cuma harus konsisten, kalau makam dikenakan pajak jadi makam lain juga dikenakan. Jangan dibedakan. Ada makam disediakan pemerintah, ini (eksklusif) swasta kalau dikenakan. Jadi kalau dikenakan Tanah Kusir pun dikenakan. Konsistensi objek dan subjek," tandas dia. (Amd/Ahm)