Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak dunia turun sejak tahun lalu memukul kinerja keuangan Indonesia. Negara ini harus kehilangan penerimaan dari tekanan harga minyak sebesar Rp 150 triliun.
"Sekarang kita kehilangan Rp 150 triliun dari penurunan harga dan produksi minyak," jelas Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro saat menghadiri Musrenbangnas, Jakarta, Rabu (29/4/2015).
Bambang memperkirakan, harga minyak dunia sulit bangkit di tahun depan sehingga penerimaan negara akan terbatas. Dengan begitu, pemerintah akan menggenjot penerimaan dari sektor lain, pajak dan non pajak.
Advertisement
"Anggaran tersebut akan digunakan untuk mandatory spending seperti dana kesehatan yang akan naik 5 persen di tahun depan dari sebelumnya 3,9 persen. Pembayaran bunga utang, subsidi elpiji 3 kg, raskin, dana desa, dan sebagainya," papar dia.
Saat ini, Bambang mengaku belanja infrastruktur dari Kementerian/Lembaga baru cair senilai Rp 7 triliun dari total anggaran tahun ini Rp 290 triliun.
"Kita minta Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perhubungan untuk segera merealisasikan anggaran infrastruktur, membangun proyek dan sebagainya," tegas Bambang.
Sebelumnya harga minyak dunia masih di bawah tekanan pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), dengan Brent menetap lebih rendah dan minyak mentah Amerika Serikat (AS) cenderung mendatar.
Pelemahan ini akibat kekhawatiran tentang membengkaknya stok minyak mentah AS yang telah memangkas kenaikan harga di tengah memanasnya konflik di Timur Tengah dan pelemahan dolar AS.
Sempat reli di awal perdagangan, tekanan jual tumbuh karena investor khawatir tentang catatan stok minyak AS yang tinggi. Setelah pasar ditutup, American Petroleum Institute (API), sebuah kelompok industri perminyakan, melaporkan persediaan minyak mentah AS naik ke rekor tinggi untuk minggu ke-16.
Dilansir dari Reuters, Rabu pekan ini, harga minyak mentah ASÂ jenis West Texas Intermediate (WTI) ditutup naik US$ 7 sen menjadi US$ 57,06 per barel, setelah menyentuh level US$ 57,83 per barel.
Minyak Brent, yang lebih banyak digunakan patokan minyak dunia, tercatat turun US$ 19 sen, atau 0,3 persen menjadi US$ 64,64 per barel, usai menguat sampai US$ 65,49 per barel. (Fik/Ahm)