Sukses

60 Pabrik Sepatu Bangkrut dalam Tiga Tahun

Pengusaha menilai kenaikan upah 32 persen tidak wajar pada 2016.

Liputan6.com, Jakarta - Kenaikan upah minimum regional (UMR) selama tiga tahun terakhir telah menenggelamkan bisnis alas kaki atau sepatu. Tercatat 60 pabrik sepatu bangkrut karena penyesuaian UMR sampai tak kuat menanggung beban kenaikan tarif listrik.

"Dalam tiga tahun terakhir, 60 pabrik sepatu di Tangerang bangkrut dan tutup. Penyebabnya penyesuaian UMR dan tarif listrik," ujar Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Minggu (3/5/2015).

Dia pun menganggap tuntutan buruh dari mulai kenaikan upah 32 persen sampai jaminan pensiun sangat besar di tahun depan sudah tidak wajar. Lantaran, pengusaha sepatu saat ini tengah dihadapkan pada kondisi sulit untuk mempertahankan bisnis akibat kejenuhan pasar, ancaman dari negara lain.

"Jadi buruh mau nuntut apa saja biarlah, diamkan saja. Karena menuntut itu harus sesuai kemampuan perusahaan, realistis lah. Kalau pabrik tutup buruh juga yang rugi," kata dia.

Eddy mengaku, sikap pasrah para pengusaha sepatu bukan tanpa alasan. Dia menjelaskan, pengusaha selalu kalah suara dengan buruh. "Ya kita diam saja, mau bersuara pun kalah karena buruh menuntut pakai emosi dan kekuatan premanisme," ujar Eddy.

Padahal dia mengaku, produktivitas buruh Indonesia sangat jauh dari kata tinggi. Perusahaan akan benar-benar memperhatikan kesejahteraan karyawan yang rajin dan bagus, mulai dari gaji, jaminan kesehatan, dan sebagainya.

Dia berharap pemerintah bersikap adil karena Menteri Tenaga Kerja selama 20 tahun terakhir justru berpihak pada buruh. Apabila terjadi perundingan atau negosiasi, Eddy mengeluhkan, pemerintah selalu memenangkannya.

"Alasan pemerintah karena buruh adalah orang-orang yang harus dibela, tidak mampu, takut dengan ribuan orang. Kami ingin pemerintah ada di tengah menjembatani komunikasi antara pengusaha dan buruh," pungkas Eddy. (Fik/Ahm)