Liputan6.com, Jakarta - Fenomena batu akik yang melanda Indonesia mendapatkan kritikan dari pengusaha Australia. Salah satu kritik berasal dari pengusaha mutiara Joseph Taylor, yang juga merupakan Presiden Direktur PT Cendana Indopearls.
Dia mengatakan, demam batu akik di Indonesia berpotensi merusak alam karena proses penggalian batu yang dilakukan terus menerus dan sering kali tidak terkontrol.
Namun menurutnya, batu akik ini sebenarnya bisa digantikan oleh mutiara yang relatif ramah lingkungan karena bisa dibudidayakan dan diproduksi terus menerus.
"Sekarang lagi ramai batuan dari sumber alam (batu akik) sedangkan saya mempromosikan produk nasional yakni mutiara yang sustain (berkelanjutan)," ujarnya di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Senin (4/5/2015).
Meski demikian, Joseph mengakui bahwa harga mutiara juga tidak murah. Pasalnya, mutiara murni atau asli berasal dari laut dan diperlukan waktu sekitar empat tahun untuk panen.
"Harga jual bisa US$ 35 per gramnya hingga US$ 100 per gram. Tergantung dari bentuk dan mengkilapnya warna mutiara," lanjutnya.
Selain itu, meski sudah booming sejak dulu, namun pengembangan mutiara di Indonesia justru dirasa jalan di tempat. Pasalnya, industri mutiara di Tanah Air tidak memiliki sertifikasi sehingga hasil mutiaranya gampang untuk diklaim oleh negara lain, salah satunya Australia.
"Yang buat begitu bukan budidaya tapi trader. Itu tidak ada sertifikat," tandasnya. (Dny/Gdn)
Pengusaha Mutiara Australia Kritik Fenomena Batu Akik di RI
Mutiara murni atau asli berasal dari laut dan diperlukan waktu sekitar empat tahun untuk panen.
Advertisement