Liputan6.com, Jakarta - Tobacco Control Support Center dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia mendorong agar gambar peringatan kesehatan (pictorial health warning/PHW) dibungkus rokok dibuat makin seram.
Menanggapi ini, Peneliti Tembakau Indonesia Berdikari, Puthut EA menilai saat ini, terdapat perang besar antara industri farmasi dan industri rokok. Perang ini antara lain terlihat dari permintaan soal gambar pada bungkus rokok agar diubah lebih menyeramkan.
"Kok terus mau diubah lagi. Nanti gagal lagi, diubah lagi. Jadi apa mau mereka? Nanti lama-lama orang tidak boleh jualan rokok atau rokok hanya boleh dijual di supermarket atau tempat-tempat hiburan. Kayak bir. Sekalian saja mereka suruh kampanye tutup pabrik rokok," tegas dia di Jakarta, Rabu (6/5/2015).
Perang ini, menurut dia, juga akibat Eropa dan Amerika pasar rokok sudah sampai pada titik maksimal sehingga mereka harus masuk ke pasar Indonesia dan bahkan berusaha mengakuisisi perusahaan-perusahaan rokok di Indonesia.
Baca Juga
Tetapi karena elemen penting rokok adalah tembakau yang diproduksi di Indonesia, mereka menyerang rokok kretek sebagai rokok khas Indonesia, sebab jika berhasil, maka tembakau yang dipakai kelak akan didatangkan (impor) dari negara lain.
Advertisement
Puthut mengingatkan, total dari hulu sampai hilir, industri rokok melibatkan kurang-lebih 30,5 juta orang. Dari hulu ke hilir, industri rokok memberi nilai tambah tinggi serta dinikmati masyarakat dan negara, bandingkan dengan industri lain seperti barang tambang, CPO, karet, kakao.
"Bahan-bahan itu diekspor sebagai bahan mentah, dan nilai tambahnya dinikmati oleh negara-negara pengimpor," tandasnya.
Puthut menjelaskan, jika diteliti metode dan strategi antirokok itu tujuannya cuma satu yakni mematikan industri rokok dalam hal ini industri kretek nasional.
Menurut dia, jika penggiat tersebut memiliki kekuatan politik untuk mematikan industri tembakau nasional pasti dilakukan. Caranya dikatakan melaluin tiga, lewat harga rokok yang mahal, kawasan tanpa rokok, dan terakhir total banned iklan.
Padahal, dalam banyak hal, industri farmasi dinilai tak jauh berbeda. Seperti terlihat pada praktik-praktik pemberian obat-obatan di rumah sakit dan di apotek-apotek.
Dengan melihat Kampanye rokok secara massif dengan iklan di mana-mana, menurut dia, sangat tidak mungkin jika tidak ada motif ekonomi tertentu apalagi dengan dukungan finansial yang besar. "Kalau tidak ada dukungan finansial yang besar, apakah ada kampanye semasif itu?," ucap dia. (Nrm)