Sukses

Pemerintah Diminta Tak Selalu Salahkan Kondisi Global

Pertumbuhan ekonomi nasional saat ini hampir sama dengan pertumbuhan ekonomi saat krisis.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah diharapkan tidak selalu menyalahkan kondisi ekonomi global sebagai penyebab perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2015.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus mengatakan, selama ini pemerintah selalu memberikan penjelasan bahwa perlambatan ekonomi yang terjadi di awal tahun ini tidak hanya terjadi di Indonesia namun juga terjadi di beberapa negara lain.

Pemerintah menyebutkan, perlambatan ekonomi di Indonesia karena turunnya pertumbuhan ekonomi di China sehingga ekspor dari Indonesia ke negara tersebut juga melambat. Selain itu, penurunan harga komoditas juga menjadi salah satu alasan perlambatan ekonomi nasional.

"Dalam menyikapi perlambatan ini pemerintah tidak boleh mengkambinghitamkan ekonomi global," ujarnya di Kantor Indef, Jakarta, Jumat (8/5/2015).

Menurutnya, tidak semua negara khususnya di Asia mengalami perlambatan seperti Indonesia. Firdaus pun memberikan contoh, ekonomi India dan Malaysia bisa tumbuh relatif lebih baik. "Malaysia dan India, mereka berhasil dalam pertumbuhan ekonomi. Buktinya ekspor kita ke dua negara itu meningkat," lanjut dia.

Firdaus menjelaskan, pertumbuhan ekonomi nasional saat ini hampir sama dengan pertumbuhan ekonomi saat krisis. Tujuh tahun lalu, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I tercatat 4,5 persen. Sedangkan pada kuartal I  2015 pertumbuhan ekonomi hanya sebesar 4,7 persen.

"Bahkan pada puncak krisis global 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tumbuh 4,5 persen. Sedangkan saat ini bukan puncak krisis," imbuh dia.

Firdaus menyatakan, capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia yang hanya sebesar 4,7 persen di kuartal I 2015 ini menjadi refleksi dan ekspektasi dari harapan yang terlalu tinggi terhadap pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) pasca pemilihan presiden. "Namun nyatanya sekarang belum ada upaya riil dari pemerintah untuk membangkitkan perekonomian Indonesia," tandasnya.

Badan Pusat Statisitik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2015 mencapai 4,71 persen secara tahunan (year on year/yoy), atau turun dibandingkan kuartal I 2014 sebesar 5,21 persen.

Kepala BPS Suryamin mengatakan besaran pertumbuhan ekonomi ini dipengaruhi melemahnya perekonomian di China. "Yang menentukan pertumbuhan ekonomi karena ekonomi China menurun dari 7,4 persen menjadi 7 persen," kata dia. Penyebab lainnya pelemahan harga minyak mentah dunia. Kemudian penurunan nilai ekspor dan impor di kuartal I dibandingkan periode yang sama di tahun lalu.

Wakil Presiden Jusuf Kalla percaya bahwa pertumbuhan ekonomi RI tidak akan terus tertekan. Bahkan ia menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 5 persen pada kuartal II 2015 "Oh, tentu di atas 5 persen," ujar Jusuf Kalla.

Namun untuk mencapai pertumbuhan tersebut, menurut JK, harus mendapatkan dukungan dari semua sektor. "Pokoknya harus jalan semua, industri juga harus jalan, proyek pengairan, otomatis belanja juga naik, konsumsi juga naik," lanjutnya.

Sementara itu, untuk pertumbuhan ekonomi tahun ini yang ditargetkan pemerintah sebesar 5,7 persen, JK menyatakan keyakinannya kalau target ini akan tercapai. "Mencapai 5,7 persen tentu, sekarang di atas 5 persen target di kuartal II. Kita perkirakan (tahun ini) di atas 5 persen," tandasnya. (Dny/Gdn)