Sukses

Kemenkeu dan Kemenaker Tak Kompak Soal Nilai Iuran Pensiun

Pemerintah dan pengusaha tengah menghitung kembali besaran iuran jaminan pensiun yang memberikan manfaat lebih kepada para pekerja.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan dan Kementerian Tenaga Kerja belum kompak mengenai besaran iuran jaminan pensiun bagi pekerja dan buruh. Kementerian Keuangan masih menginginkan iuran yang rendah sama seperti yang diinginkan oleh para pengusaha, sedangkan Kementerian Tenaga Kerja ingin menaikkan nilai iuran.

Staf Ahli Wakil Presiden Republik Indonesia, Sofjan Wanandi mengaku, tim di staf ahli wakil presiden telah mengusulkan nilai iuran jaminan pensiun pekerja atau buruh kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri dan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hariyadi Sukamdani.

"Ini sedang dilakukan persiapan untuk membuat peraturannya. Nanti baru kami putuskan setelah rapat koordinasi ini," ujar dia saat berbincang dengan wartawan di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (8/5/2015).

Sofjan menjelaskan, pemerintah dan pengusaha tengah menghitung kembali besaran iuran jaminan pensiun. Dari Kementerian tenaga Kerja sebagai kementerian yang membawahi para pekerja mengusulkan nilai iuran 8 persen dari gaji pokok. Namun angka tersebut belum final karena Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai usulan yang lebih rendah.

"Angka iurannya belum, karena Menteri Keuangan mengusulkan 3 persen. Sekarang belum selesai," ucapnya.

Di tempat yang sama, Hariyadi Sukamdani menambahkan, dunia usaha sangat keberatan dengan usulan nilai iuran 8 persen dari Kementerian Tenaga Kerja.  "Kalau ini diterapkan, pasti akan bermasalah dunia usahanya karena tidak kuat. Sehingga dunia usaha bisa mendukung dan pasti akan adjustment iurannya pada saat ekonomi ideal," terangnya.

Hariyadi pun bercerita, dalam rapat koordinasi, pemerintah mengemukakan dua versi nilai iuran. Kementerian Keuangan mengusulkan iuran jaminan pensiun pekerja sebesar 3 persen, Kementerian Tenaga Kerja 8 persen, sementara OJK dan Wakil Presiden tidak mengusulkan besarannya.

"Kami memang usulkan lebih rendah karena menurut perhitingan aktuaria, angka itu cukup. Kalau misalnya sudah jatuh tempo, sebetulnya akan terlihat ketersediaan dana berapa. Jangan ujuk-ujuk di depan kena 8 persen, karena masalah pasti ada di pembayarannya. Ini kan masalah cashflow," tegasnya.

Sementara, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani mengaku, besaran iuran jaminan pensiun belum diputuskan. Dia pun menampik bahwa usulan dari Kementerian Keuangan atas angka iuran tersebut 3 persen.   "Belum selesai, dari pihak kami belum, kisarannya bisa 3 persen sampai 8 persen," tandasnya. (Fik/Gdn)