Liputan6.com, Seoul - Sebagian besar mata uang di negara-negara Asia merosot pada pekan ini. Di tengah aksi jual global, rupiah dan won Korea Selatan menjadi dua mata uang yang mencatatkan pelemahan terparah di Asia.
Melansir laman The Malay Mail Online, Sabtu (9/5/2015), sekitar US$ 2 triliun aset telah terhapus dari saham dan obligasi di seluruh dunia sejak awal pekan ini, saat China mengumumkan perlambatan pertumbuhan ekonominya.
Baca Juga
Selain itu, ketidakpastian kenaikkan suku bunga AS dan prospek keluarnya Yunani dari Zona Euro menjadi faktor yang membuat pasar finansial kian tak pasti.
Advertisement
Sejauh ini, rupiah mencatatkan pelemahan terparah dalam lima hari perdagangan hingga 8 Mei 2015. Rupiah mencatatkan pelemahan terdalam dalam sepekan sejak dua bulan terakhir.
Rupiah menyentuh level terendah dalam tujuh pekan terakhir setelah Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla mengatakan, BI akan secara bertahap memangkas suku bunganya.
Sementara Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, dirinya akan menahan suku bunga tetap stagnan dalam beberapa waktu ke depan.
Itu terjadi setelah pemerintah Indonesia dan Bank Indonesia menunjukkan adanya perbedaan kebijakan moneter.
"Kami melihat adanya peningkatan sangat tajam pada aksi jual obligasi di negara maju dan meningkatkan volatilitas. Dampaknya telah banyak dilihat di Asia dari peningkatan volatilitas di pasar obligasi Eropa," ujar Head of Foreign Exchange BNP Paribas SA, Mirza Baig.
Rupiah tercatat melemah 1,2 persen dalam sepekan terakhir. Sementara itu, won berada di posisi kedua dengan pelemahan satu persen. Di posisi keempat, India tercatat melemah 0,9 persen dan ringgit melemah 0,7 persen.
Gubernur The Fed Janet Yellen mengatakan, suku bunga jangka panjang akan berada di level rendah dan yield dapat meningkat tajam saat The Fed memperketat kebijakannya.
Sementara itu, data tenaga kerja AS pada April memberikan sentimen positif yang dapat menjadi petunjuk agenda kenaikkan suku bunga The Fed tahun ini.(Sis/Nrm)