Sukses

Perlambatan Ekonomi Akibat Minimnya Penyerapan Anggaran

Terganggu belanja pemerintah atau proses pencairan anggaran kementerian disebabkan belum selesai perombakan dalam struktur kementerian.

Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan ekonomi pada pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai sangat lambat. Bahkan pada tahun ini pertumbuhan ekonomi diperkirakan sulit untuk mencapai level 5,7 persen seperti yang ditargetkan.

Direktur Centre For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi mengatakan, hal ini dapat dilihat pada kuatal I 2015 dimana ekonomi Indonesia hanya tumbuh level 4,7 persen.

"Penurunan pertumbuhan ekonomi ini, oleh pemerintah Jokowi dicari penyebabnya atau diciptakan kambing hitam agar publik tidak menyalahkan presiden atau menteri menteri bidang ekonomi," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (10/5/2015).

Dia menjelaskan, kambing hitam penyebab penurunan pertumbuhan ekonomi ini antara lain penurunan produksi minyak mentah, turunnya harga batu bara hingga adanya kisruh KPK Vs POLRI.

"Padahal, melambatnya pertumbuhan ekonomi ini disebabkan oleh minimnya pencairan duit dari kementerian keuangan, atau belanja pemerintah dalam APBN belum maksimal," lanjutnya.

Menurut Ucok, lambatnya penyerapan anggaran pemerintah ini disebabkan oleh perombakan stuktural kementerian pada masa pemerintahan saat ini belum juga selesai.

"Ada kementerian yang baru, dan ada beberapa kementerian yang dilebur ke dalam satu kementerian inilah yang menganggu proses perencanaan, dan pencairan anggaran pada level kementerian," kata dia.

Dia menjelaskan, terganggu belanja pemerintah atau proses pencairan anggaran kementerian disebabkan belum selesai perombakan dalam struktur kementerian.

"Artinya, jabatan pada level eselon satu atau dirjen masih banyak yang kosong, dan belum terisi. Pentingnya jabatan eselon satu untuk memberikan tanda tangan atau paraf pada dokumen anggaran agar bisa secepatnya duit bisa cair dari kementerian keuangan," jelasnya.

Selain itu, belum terisi level eselon tiga ini mengakibatkan dokumen anggaran yang berisi uraian kegiatan dan anggaran belum selesai dibuat. Bahkan peraturan presiden Nomor 36 Tahun 2015 tentang Rincian APBN Tahun 2015, hanya berisi anggaran dan kegiatan yang bersifat umum. Bukan berisi kegiatan dan anggaran yang terperinci dan jelas.

Akibat belum maksimalnya belanja pemerintah ini, lanjut Ucok, berakibat pada penarikan pajak, hanya sebesar Rp 198,2 triliun untuk kuartal. Padahal, setiap kuartal pemerintah Jokowi harus menarik pajak sekitar Rp 372,3 triliun. (Dny/Gdn)

Video Terkini